REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendukung rencana pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan menjadi tuan rumah lokakarya perencanaan pelaksanaan Years of the Maritime Continent (YMC) 2017-2019.
YMC merupakan kerja sama riset internasional untuk mempelajari interaksi laut dan atmosfer di benua maritim. Kepala BMKG, Adi Eka Sakya mengatakan, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan prakiraan terhadap perubahan cuaca dan iklim di benua maritim dan sekaligus untuk mengetahui dampak perubahan secara global.
"Salah satu hasil positifnya adalah bisa memperbaiki prakiraan cuaca dan iklim di area tersebut yang akan memengaruhi prakiraan cuaca di dunia," katanya, Rabu (25/11).
Andi mengatakan, Indonesia ikut andil dalam kegiatan YMC lantaran Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak pada posisi strategis, diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) serta dilalui oleh garis khatulistiwa. "Posisi tersebut menjadikan BMI sebagai generator cuaca untuk wilayah belahan bumi utara maupun selatan," kata dia.
Sayangnya, kompleksitas variasi cuaca yang terjadi di BMI membuat model iklim global dan prediksi angka cuaca di wilayah Indonesia dianggap kurang maksimal untuk menggambarkan variabilitas cuaca dan iklim yang ada. Namun hal ini tidak menyurutkan nyali BMKG dalam menjawab tantangan global tersebut.
Oleh karena itu diperlukan studi lebih lanjut untuk menjawab tantangan itu. Demi menjawab tantangan tersebut, maka BMKG mengkoordinasikan peneliti nasional seperti BPPT, KKP, LAPAN, LIPI, BIG, P3GL, Kemenristek Dikti, Kemenkomar, dan Universitas bersama dengan peneliti asing dari 14 negara melakukan kajian di wilayah marine continent meliputi darat, laut, dan udara.
Kegiatan yang diselenggarakan sejak Selasa (24/11) hingga Kamis (26/11) ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya yang dilaksanakan di Singapura. Kali ini yang akan dibahas adalah mengenai rencana implementasi berupa pengajuan proposal riset setiap peserta, dan kerja sama antarinternasional dan nasional.
Kegiatan inisiatif multilateral ini akan menggunakan peralatan observasi yang dimiliki Indonesia dan institusi dari negara-negara mitra konsorsium YMC. Saat ini tercatat 11 negara termasuk Australia, Cina, Jepang, Jerman, Filipina, Singapura, Amerika, Inggris, Prancis, Taiwan, dan Indonesia yang berpatisipasi dengan melibatkan puluhan lembaga penelitian dan universitas.
Workshop ini diikuti oleh 27 peserta dari 10 negara yang berasal dari Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, Ukraina, Singapura, Philiphine, Australia, Jerman, dan Inggris. BMKG sendiri mengajak mitra penelitian dalam negeri, seperti LIPI, BPPT, Lapan, serta sejumlah universitas.