Selasa 17 Nov 2015 12:55 WIB

Beredar Transkrip Rekaman dengan Freeport, Ini Bantahan Setya Novanto

Rep: Agus Raharjo/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
Foto: Antara
Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua DPR Setya Novanto enggan menjawab soal kebenaran transkrip pembicaraan yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beredar transkrip rekaman pembicaraan antara orang yang diduga Setya Novanto, pengusaha R, dan petinggi PT Freeport Indonesia, MS.

Dalam transkrip rekaman sebanyak tiga lembar tersebut, Setya Novanto menjanjikan dapat meloloskan masalah PTFI di Indonesia. “Silakan saja, yang jelas di DPR ada aturan-aturan,” kata Setya saat ditanya kebenaran transkrip rekaman pembicaraan di kompleks Parlemen Senayan, Selasa (17/11). (Baca: Setya Novanto Bantah Catut Nama Jokowi Soal Freeport)

Novanto menambahkan, pihaknya akan mematuhi MKD soal kasus ini. Kalaupun dalam perkembangannya dirinya akan dipanggil MKD, Novanto siap untuk menjernihkan masalah ini. MKD harus kita patuhi, hargai untuk menjernihkan segala sesuatu kepada anggotanya,” imbuh dia.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil munas Bali tersebut mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden adalah simbol negara yang harus dihormati dan dilindungi. Jadi, pimpinan DPR tidak akan membawa nama Presiden dan Wakil Presiden. Apa yang disampaikan Presiden dan Wakil Presiden harus disampaikan secara jelas.

“Tentu saya harus berhati-hati, dan harus menyampaikan secara jelas apa yang telah disampaikan Presiden kepada saya,” ujarnya. (Baca: Gubernur Papua tak Dilibatkan Soal Perpanjangan Kontrak Freeport)

Novanto tak menampik pernah ada pertemuan dengan pihak PTFI di kantornya. Menurutnya, dalam pertemuan itu, PTFI menjelaskan program-program kedepan serta meminta jalan keluar atas persoalan yang dinilai sebuah hal baik untuk masyarakat Indonesia.

Soal adanya berita yang menyebut permintaan saham, Novanto mengatakan sebagai pimpinan DPR sangat mengetahui adanya kode etik baik di Indonesia maupun di Amerika atau perusahaan Amerika di mana pun.  “Perusahaan Amerika keluar Rp 100 ribu saja betul-betul dilaporkan, apalagi saham, apalagi untuk melaporkan hal-hal lebih jauh itu harus dilaporkan lebih dulu dan harus disampaikan lebih dulu,” imbuh Novanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement