Selasa 17 Nov 2015 01:01 WIB

Sekolah Alam di Tumpukan Sampah Bantargebang

 Pemulung memilah sampah yang akan diambil di TPST Bantar Gebang,Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/11).
Foto:
Suasana aktivitas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar gebang, Kota Bekasi, Rabu (4/11). (Republika/Yasin Habibi)

Nadam mendirikan Sekolah Alam pada 13 Oktober 2006 dengan tujuan ingin membantu anak-anak khususnya anak pemulung untuk bersekolah tanpa biaya.

"Waktu itu kan banyak yang tidak sekolah, kemudian didiskusikan sama teman-teman dan istri saya yang seorang guru. Terus saya disuruh merancang sekolah, karena dilihat lingkungannya dibuatlah sekolah alam," ujar Nadam kepada Antara, Senin.

Nadam mengaku, terbentuknya sekolah alam ini dimulai dari mengajar mengaji anak-anak pemulung saja. Seiring berjalannya waktu, sekolah ini juga mengajarkan pelajaran-pelajaran umum seperti di sekolah pada biasanya.

Sekolah yang tidak dipungut biaya ini awalnya hanya memiliki 55 orang murid yang terdiri atas siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

"Ada 55 orang, baru SD dan SMP. Awalnya masih saya dan istri yang mengajar. Kalau sekarang sudah ada PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan ada yang kuliah," kata Nadam.

Sekolah Alam Tunas Mulia sekarang memiliki 150 siswa. Mulanya, murid hanya dari kalangan anak pemulung dan duafa saja, tetapi sekarang warga pun sudah boleh masuk. Sekolah ini memiliki tiga donatur tetap. Walaupun hanya dengan tiga donatur tetap, sekolah ini menggratiskan segala iuran gedung dan lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement