REPUBLIKA.CO.ID,MAGELANG -- Budayawan Romo Mudji Sutrisno menilai Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian untuk mengingatkan masyarakat menyangkut pentingnya menggunakan kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat yang harus secara bertanggung jawab.
"Kita ambil sebagai sikap mengingatkan, bahwa kita kalau omong jangan asal 'ngablak' (asal bicara, red), harus bertanggung jawab menggunakan kebebasan. Itu sebenarnya sudah menjadi kesadaran bersama," katanya di Magelang, Sabtu (7/11).
Mudji yang pengajar filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta tersebut, mengatakan hal itu usai jumpa pers terkait rencana penyelenggaraan Borobudur Writers and Cultural Festival di Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tanggal 12-14 November 2015.
Ia mengemukakan suasana kebebasan sebagai hasil reformasi harus ditempatkan secara tepat dengan saling menghargai antara satu dengan yang lain.
Kebiasaan secara leluasa saling menghina dan merendahkan orang lain, katanya, harus dihapuskan.
"Saya sekarang malah kampanye lebih jauh dari itu. Ini kan ada nada-nada setelah reformasi ini, dengan mudah sekali kita kehilangan sikap menghargai. Apa yang dikerjakan teman atau yang lain untuk semakin baiknya Indonesia dan kesejahteraan, itu kan selalu 'dielek-elek' (dijelek-jelekkan, red.), direndahkan," katanya.
Semestinya, katanya, semangat saling menolong terus dikembangkan, sedangkan pihak yang tidak bisa menolong, supaya tidak menganggu.
"Sebenarnya kalau mau dipraktikkan sekarang ini, tolong kalau anda tidak bisa membantu, paling tidak jangan 'ngrusui' (mengganggu, red.), jangan mengganggu," kata Romo Mudji yang juga salah satu kurator BWCF 2015 dengan tema "Gunung, Bencana, dan Mitos di Nusantara" itu.
Ia menyebut keluarnya surat edaran kapolri tersebut sebagai hal yang wajar, supaya setiap orang berbicara secara bertanggung jawab.
Hal yang tepat pula, katanya, kapolri mengeluarkan surat edaran seperti itu, karena sebagai langkah untuk mengingatkan masyarakat. Kapolri tidak memiliki wewenang untuk membuat undang-undang karena pembuat undang-undang adalah lembaga legislatif.
"Dalam krisis kepercayaan yang sedang kita hadapi bersama ini, itu paling tidak jangan mengganggu kalau tidak bisa membantu," katanya.