REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik uang dianggap telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam pemilihan umum (Pemilu), termasuk Pilkada serentak. Celakanya, masyarakat kini menganggap politik uang sebagai rezeki dan tak seharusnya ditolak.
"Ada pergeseran makna. Politik uang kini dianggap seperti rezeki dan jangan ditolak. Bahkan dianggap sedekah," kata Peneliti Senior Founding Father House Dina Permata, dalam diskusi publik 'Menakar Aktifitas Politik Uang pada Pelaksanaan Kampanye Paslon di Pilkada' di Media Center Bawaslu, Kamis (4/11).
Ia sempat melakukan penelitian di dua kabupaten yakni Mojokerto dan Lamongan dengan jumlah 400 responden untuk masing-masing kabupaten. Hasilnya, mayoritas responden di daerah tersebut memilih untuk menerima uang yang disodorkan.
"Di Mojokerto itu hampir 70 persen menerima, Lamongan lebih dari 60 persen juga menerima dengan alasan ya rezeki tidak boleh menolak," ujar Dian.
Selain itu juga, modus yang digunakan oleh pasangan calon dalam politik uang bisa berbentuk sembako.
Ia pun mengkritisi Panwas yang seharusnya bisa mencium gelagat politik uang para kandidat dan menindaklanjutinya. Menurutnya, masyarakat sudah harus diberi pencerahan tentang tidak bolehnya uang dalam pilkada diterima.