Senin 26 Oct 2015 15:05 WIB

Yusril Desak KMP Tetap Bersikap Kritis

Pendaftaran Kepengurusan Partai. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra beserta sejumlah politisi PBB usai bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (30/6). (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Pendaftaran Kepengurusan Partai. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra beserta sejumlah politisi PBB usai bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (30/6). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Bulan Bintang meminta partai-partai Koalisi Merah Putih (KMP) kritis dalam menyikapi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang telah diajukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Kami mendesak partai KMP bersikap kritis terhadap RAPBN yang diajukan pemerintahan Jokowi," kata Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra dalam konferensi pers di DPP PBB, Jakarta, Senin (26/10).

PBB memandang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang diajukan pemerintah tidak realistis sehingga perlu dikaji ulang agar bisa menjadi bagian utuh dari usaha perbaikan ekonomi negara secara keseluruhan. KMP menurut dia, harus bersikap kritis atas kenyataan tersebut.

"Sayangnya PBB tidak punya wakil di DPR. Karena itu kami mendesak KMP kalau perlu menolak RAPBN 2016 itu," ujar dia.

PBB memandang, pemerintah perlu menghitung ulang dan menetapkan kembali asumsi dasar makro ekonomi, sektor penerimaan dan pengeluaran dengan lebih realistis, cermat, jujur dan hati-hati. PBB menyatakan, dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2016 yang disampaikan pemerintah, asumsi dasar makro yang digunakan pemerintah tidak realistis, terutama jika dihadapkan pada perkembangan nyata ekonomi makro sebenarnya.

Contohnya pemerintah telah menetapkan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen, laju inflasi 4,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.400, serta asumsi dasar minyak mentah Indonesia di pasar dunia dipatok 60 dolar AS per barel dengan lifting minyak 830 ribu barel per hari. "Itu tidak realistis," papar Yusril.

Selain itu PBB menilai Nota Keuangan dan RAPBN 2016 yang diajukan pemerintah hampir tidak menggambarkan respon pemerintah atas menurunnya daya beli masyarakat dan menekan laju inflasi.

Padahal kata dia, mendorong daya beli masyarakat penting untuk meningkatkan penerimaan pajak, yang selama ini diimpikan pemerintah. "Kami juga mendorong pemerintah mengkaji ulang penetapan RAPBN 2016," ujar Yusril.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement