REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior The Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menuturkan, penolakan alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam RAPBN 2016 masuk akal. Sebab, realisasi anggaran penyertaan modal negara yang tahun lalu dialokasikan sebesar Rp 62 triliun baru terealisasi Rp 28 triliun atau 45,19 persen sampai Oktober.
Kali ini, kata dia, pemerintah memasukkan anggaran PMN dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 48,38 triliun untuk BUMN.“Disinilah letak keanehannya, maka wajar apabila usulan tersebut ditolak," kata Karyono kepada wartawan, Jumat (30/10).
Alokasi anggaran PMN ke dalam RAPBN, menurut Karyono, perlu diwaspadai. Jangan sampai di balik usulan PMN tersebut ada modus perampokan uang negara. Selama ini banyak modus merampok uang negara dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mendorong alokasi anggaran ke dalam RAPBN.
Lebih jauh Karyono menduga, usulan PMN ini berasal dari Menteri BUMN Rini Soemarno dan bukan tidak mungkin ada kepentingan terselubung di balik usulan alokasi PMN. Karenanya, ia berpendapat Presiden Jokowi perlu mewaspadai usulan PMN yang tidak masuk akal dan kontroversial ini. "Jangan sampai presiden terjerumus oleh ulah menterinya."
Ia juga berpendapat, Menteri BUMN Rini Soemarno kerap membuat kebijakan yang kontroversial. Misalnya, wacana menjual aset BUMN, orang asing boleh menjadi direksi BUMN, proyek kereta api cepat hingga usulan PMN dalam RAPBN 2016 ini. Karenanya, ia berkata, Rini telah menjadi beban bagi Presiden Jokowi.
Aktivis dan penggiat demokrasi ini merasa heran, mengapa Presiden Jokowi masih mempertahankan Rini Soemarno di dalam kabinet pemerintahannya. Padahal menurutnya, presiden semestinya mencopotnya agar tidak menjadi beban di pemerintahannya.
“Nampak jelas Presiden Jokowi mengalami dilema menghadapi Rini, entah apa sebabnya, hanya pak Jokowi dan Rini yang tahu," ujar Karyono.
Salah satu hal yang menimbulkan kontroversi dalam pembahasan RAPBN 2016 adalah usulan alokasi anggaran PMN oleh pemerintah. Postur anggaran RAPBN 2016 yang memasukkan PMN itu menimbulkan reaksi keras di DPR hingga ke ranah publik. Mayoritas fraksi di DPR menolak usulan tersebut.