Jumat 09 Oct 2015 21:25 WIB

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Anak

Rep: Marniati/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait meninjau puing kantor Komnas PA usai terbakar, Jakarta, Ahad (28/6). (Republika/Wihdan)
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait meninjau puing kantor Komnas PA usai terbakar, Jakarta, Ahad (28/6). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perlindungan Anak menyatakan saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual pada anak.

Koordinator Komnas Perlindungan anak Arist Merdeka Sirait mengatakan berdasakan data yang ada, 58 persen kejahatan kekerasan pada anak merupakan kekerasan seksual yang  diikuti dengan pembunuhan.

"Ini parameter pertama kenapa Indonesia darurat kekerasan seksual. Kedua yakni karena predatornya adalah orang-orang yang seharusnya melindungi anak. Seperti orang tua, guru, lingkungan sosial dan lainnya," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (9/10).

Ia menjelaskan, komnas perlindungan anak telah lama memberikan warning bahwa Indonesia sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual anak.

Tepatnya sejak  awal tahun 2015 lalu komnas perlindungan anak telah mencanangkan Indonesia darurat kekerasan seksual yang diikuti dengan keluarnya Impres nomor 5 tahun 2014 tentang gerakan nasional menentang kekerasan seksual anak.

Menurutnya, meningkatnya jumlah kasus kekerasan pada anak dikarenakan adanya penurunan nilai spiritual di kalangan masyarakat. Selain itu, orang tua masih beranggapan anak  sebagai milik bukan sebagai amanah dan titipan Tuhan.

Sehingga orang tua anak harus taat dan tunduk pada kemauan orang tuanya. Penyebab lainnya yaitu adanya pengaruh teknologi yang menyebabkan meluasnya akses poronorgrafi dan situs porno anak.

Arist melanjutkan, dalam menghadapi situasi darurat seperti ini peran simbol negara sangat dibutuhkan. Selama ini, simbol negara dalam hal ini kepolisian telah menjalankan fungsinya dengan mengungkap kasus dan menangkap pelaku. Namun, masih dibutuhkan simbol negara lainnya mengingat banyaknya kasus yang terjadi.

Ia  mengusulkan agar ibu negara Iriana Joko Widodo ikut tampil sebagai simbol negara yang merepresentasikan ibu-ibu anak Indonesia. Ibu negara dapat melakukan kampanye dengan mengajak semua elemen masyarakat melakukan perang terhadap kekerasan anak ini.

Berdasarkan data lembaga perlindungan anak pada tahun 2010-2014 tercatat 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah ini, 58 persen dikategorikan sebagai kejahatan seksual. Sisanya berupa kekerasan fisik, penelantaran dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement