REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Tiga warga negara asing (WNA) asal Malaysia berhasil diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, NTB. Mereka diduga telah menyalahgunakan izin tinggal. Satu orang diantaranya, Wan Romizah (48) telah dideportasi pada Rabu (7/10). Sementara, pasangan suami-istri, Lai Siew Peng dan Mokhti masih dalam proses penanganan keimigrasian.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Mataram, Agung Wibowo mengatakan Wan Romizah memiliki niat tidak baik dengan memberangkatkan tiga calon TKI non prosedural ke Malaysia. Rencananya akan dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga selama empat minggu. Namun, jelang keberangkatan ke Kuala Lumpur berhasil diamankan.
“Wan Rozimah diduga melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal. Oleh karena itu dikenakan tindakan deportasi dan namanya dimasukan dalam daftar penangkalan,” ujarnya kepada wartawan di Mataram, Jumat (9/10).
Sebelumnya, ia menuturkan, Wan akan membawa Yuliati, Jamisah dan Rianah ke Malaysia. Mereka sudah disiapkan tiket pesawat dan transfer dana sebanyak 2000 RM. Wan yang memiliki pekerjaan paruh waktu sebagai marketing tour company pada perusaahaan Wirasaujana, datang ke Lombok 2 Oktober. Guna melancong dan menginap di salah hotel di Senggigi.
Sementara itu, Lai Siew Peng yang datang ke Lombok dengan menggunakan bebas visa kunjungan singkat selama 30 hari bersama suaminya, Mokhti. Kenyataannya, menyalahgunakan izin tinggal dengan menjual kamar dan memberikan potongan harga kepada tamu yang menginap di CRC Hotel di Lombok Mataram.
“Lai sering datang ke Indonesia sejak 3,5 tahun, setelah menikah dengan Mokhti Bin Abas yang memiliki investasi tanah di Lombok Timur atas nama orang lain serta CRC Hotel Lombok Barat dengan nilai investasi miliar rupiah yang dijadikan tempat tinggal,” ungkapnya.
Menurutnya, Mokhti sendiri sudah 5 tahun sering ke Lombok dan memiliki CRC Hotel dengan nilai investasi mencapai 95 persen dan 5 persen lokal. Dengan kamar aktif 18 kamar, dijual dengan harga standar 115 RM, superior 135 RM, delux 165 RM dan memiliki karyawan dengan upah minimun Rp 1,240 juta.
Agung mengatakan Mokhti memiliki tujuan berinvestasi namun tidak dilengkapi dengan izin sah. Dengan tidak mendaftarkan di BKPM dan melawan hukum untuk mendapatkan keuntungan. “Mereka berdua masih dalam proses penanganan keimigrasian,” katanya.
Ia menuturkan, akibat perbuatannya, mereka telah melanggar pasal 120 jo Pasal 122 huruf a jo Pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 huruf f Undang-Undang No 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.