Rabu 07 Oct 2015 15:19 WIB
Pelemahan KPK

Pukat UGM Berharap Presiden Tolak Revisi UU KPK

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM berharap Presiden Joko Widodo menolak revisi Undang-Undang KPK demi memenuhi janji kampanyenya untuk memperkuat lembaga rasuah ini. Hal ini disampaikan Direktur Pukat UGM, Zainal Arifin Mochtar kepada wartawan, Rabu (7/10).

Karena persetujuan Undang-Undang itu juga melibatkan dua pihak DPR 50 persen dan presiden 50 persen. Karena itu sejak awal ia berharap Presiden Joko Widodo menolak dan ingat janji kampayenya dulu. Menurut dia, perdebatan mengenai revisi UU KPK ini sudah sejak 2006.

"Yang paling penting adalah kita berharap Presiden menolak revisi UU KPK ini sesuai janjinya disaat kampanye dahulu," ujarnya. Ia mengatakan revisi ini baru usulan yang lagi-lagi dimunculkan DPR. Dan di DPR pun, tidak semua fraksi satu suara ada beberapa seperti PAN, PKS dan Demokrat.

"Hanya segelintir orang dari fraksi yang beberapa kita tahu sejak awal memang ada agenda untuk melemahkan KPK yang bersuara lantang, jadi belum terlalu serius juga DPR," katanya.

Sebelumnya, beberapa fraksi di DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pada beberapa pasal, draf revisi itu memuat perubahan wewenang KPK, seperti KPK dibuat secara ad hoc (sementara waktu).

Kewenangan KPK sengaja dibuat secara terbatas hanya untuk menangani kasus-kasus korupsi paling sedikit 50 miliar dan naskah DPR membuat struktur 'dewan eksekutif' di KPK, berada di bawah Komisioner. Draft usulan ini dianggap akan melemahkan kembali fungsi dan peran KPK memberantas korupsi di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement