REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pasangan Calon Wali Kota dan Cawawali Surabaya Risma-Whisnu sepakat untuk tidak memasang foto Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri selama pelaksanaan kampanye Pilkada 2015.
"Tidak ada foto lain selain foto Risma-Whisnu, bahkan foto Bu Megawati juga tidak ada," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono kepada wartawan di Surabaya, Selasa (6/10).
Menurut dia, pihaknya meyakini, Risma dan Whisnu cukup kuat secara figur untuk menarik pemilih warga kota Surabaya. "Semua sudah tahu dan merasakan bagaimana keduanya memajukan Surabaya lima tahun terakhir," katanya.
Di lain hal, pasangan cawali-cawawali Surabaya Risma-Whisnu menyerahkan proofing (contoh cetak) alat peraga kampanye (APK) ke KPU Surabaya, Selasa. Tema desain APK Risma-Whisnu adalah 'Iki Suroboyo', dengan mengganti huruf 'Y' dengan tangan mengacungkan dua jari.
"Kita telah menyerahkan lengkap desain APK sesuai yang diminta KPU. Sayangnya, tidak semua APK bisa ditandatangani proofingnya, karena tim Rsiyo-Lucy belum menyerahkan desain model spanduk," kata koordinator bidang hukum Tim Kampanye Risma-Whisnu Anugrah Ariyadi.
Juru bicara Tim Pemenangan Risma-Whisnu, Didik Prasetiyono menjelaskan 'Iki Suroboyo' menggunakan warna dasar merah sebagai simbol partai pengusung, yakni PDI Perjuangan.
Menurut Didik, 'Iki Suroboyo' menjadi tema kampanye dengan filosofi, bahwa di tanah ini, Surabaya, seluruh warga menggantungkan harapan dan perjuangan hidupnya kearah yang lebih baik. "Semangat pantang menyerah 'Iki Suroboyo' telah menjadi ciri Arek Suroboyo sejak dulu. Bahkan Bung Tomo dan pejuang kemerdekaan telah membuktikan pada 10 November 1945," kata Didik.
Didik mengatakan dunia mengakui pertempuran 10 November 1945 Surabaya menjadi salah satu perang terdahsyat setelah Perang Dunia II. Bagi Inggris, ini adalah perang yang tidak terlupakan, mereka kehilangan dua jenderal sekaligus.
Bahkan di Perang Dunia II pun mereka tak mengalami hal itu. Dan ini adalah Surabaya, atau dengan logat khas arek suroboyo 'Iki Suroboyo'.
"Arek-arek (pemuda) Suroboyo berjuang seperti banteng ketaton (terluka) mengamuk ke arah posisi-posisi musuh. Pihak Inggris menyebutkan, bahwa berdasarkan data yang mereka kumpulkan, tercatat hanya 6.000 korban tewas di pihak Indonesia," ujar Didik.
Tetapi tokoh Surabaya, Dr. Ruslan Abdul Gani, dalam satu kunjungan ke Inggris, mendapat kesempatan untuk melihat arsip Nasional. Abdul Gani menulis pihak Inggris menemukan di puing-puing kota Surabaya dan di jalan-jalan 1.618 mayat rakyat Indonesia ditambah lagi 4.697 yang mati dan luka-luka.