REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pertumbuhan hotel di DI Yogyakarta (DIY) cukup pesat, akibatnya persaingan industri hotel cukup sengit. Sementara jumlah wisatawan yang masuk ke DIY tidak tumbuh signifikan.
"Dalam setahun terakhir sudah ada beberapa hotel yang kolaps dan terpaksa dijual atau berpindah manajemen," kata Sekretaris DPD PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, Senin (5/10).
Berdasarkan data PHRI, sampai hari ini sedikitnya ada enam hotel melati yang terpaksa kolaps. Ada diantaranya dijual ke pihak lain dan ada yang dikerjasamakan untuk dikelola manajemen lain. Selain hotel melati, hotel berbintang juga ada beberapa yang berpindah manajemen dan dijual. "Ada yang baru selesai dibangun enam bulan operasi terus dijual," kata Deddy.
Persaingan antarhotel itu akan semakin ketat ppada 2016. Karena saat ini masih ada puluhan hotel di DIY terutama di Kota Yogyakarta yang dalam taraf pembangunan. Saat ini Jumlah hotel di DIY sendiri mencapai 105 hotel berbintang dan 3.082 hotel melati termasuk home stay. Dari jumlah hotel itu tersedia 32 ribu kamar.
Tingkat okupansi hotel berbintang di DIY sendiri rata-rata hanya 50 persen dari jumah kamar yang ada sementara hotel melati 20 persen.
Menurut dia, kondisi hotel di DIY saat ini memang sudah terkena warning. Apalagi kondisi ekonomi global yang semakin lesu sangat berpengaruh pada kondisi wisata di DIY. Setidaknya lama tinggal wisatawan luar negeri di DIY semakin pendek. Hal ini sudah terasa sejak sebulan terakhir.
"Biasanya lama tinggal wisatawan luar negeri sekitar tiga hari sekarang hanya dua hari, yang biasa seminggu di sini sekarang hanya tiga hari," katanya.
Kondisi ini diyakini akan terus berlangsung hingga akhir tahun. Jumlah wisatawan mancanegara sendiri diyakini menurun hingga lima persen tahun ini akibat pengaruh krisis global. Di mana tahun 2014 jumlah wisatawan luar negeri yang mengunjungi DIY mencapai 180 ribu orang.
"Kita berharap tahun ini kunjungan wisatawan luar negeri minimal sama dengan tahun lalu, tetapi rasanya berat," katanya.