REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak mengatakan usulan kenaikan dana hibah oleh Pemkot Tangerang Selatan, sebesar 256 persen menjurus praktik politik uang untuk kepentingan incumbent dalam Pilkada.
Ia mengatakan, usulan kenaikan dana hibah oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, dari Rp29.568.000.000 menjadi Rp105.264.648.518 tidak masuk akal.
Ia menjelaskan, anggaran untuk perencanaan pembangunan hanya dialokasikan sebesar Rp42 miliar atau dibawah dana hibah.
Apalagi, modus politik uang melalui dana hibah dan bantuan sosial untuk kepentingan pilkada juga pernah dilakukan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah serta Gatot sebagai mantan Gubernur Sumut dan kemudian dijadikan tersangka oleh KPK.
"Lebih baik peningkatan anggaran untuk membangun infrastruktur, perbaikan pasar tradisional, pelatihan kerja bagi kelompok muda, pendidikan dan kesehatan," kata Zaki Mubarak, Rabu (30/9).
Koordinator Tangerang Public Transparency Watch (Truth), Suhendar mengatakan pemberian dana hibah tidak taat pada asas pengelolaan keuangan daerah yaitu transparan berupa pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya.
Kemudian, penambahan anggaran dana hibah pun melebihi 13 urusan pemerintah wajib dan tak sesuai dengan sebagai daerah otonom baru yang harus fokus pada peningkatan pembangunan.
Lalu, bila kenaikan dana hibah ini untuk Pilkada, hal itu pun tidak mendasar. Sebab KPU dan Panwaskada sudah diberikan hibah dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
KPU Tangsel telah dihibahkan sebesar Rp60 miliar dan Panwaskada Tangsel sebesar Rp8 miliar. Selain itu, untuk pengamanan juga telah dihibahkan kepada Polres Metro Jaksel sebesar Rp4,3 miliar dan Polres Kota Tangerang sebesar Rp3,1 miliar.
"Oleh karenanya, tidak perlu lagi ada kenaikan dana hibah, apalagi naik secara drastis. Terutama pada KPU dan Panwaslu Tangsel yang sudah berjalan," katanya.