REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum acara perdata, M Yahya Harahap menuturkan, setiap tempat yang jadi sasaran penggeledahan oleh lembaga penegak hukum, harus sesuai dengan yang tercantum dalam surat penetapan pengadilan. Jika tidak sesuai sesuai surat penetapan, maka penggeledahan tersebut dianggap tidak sah.
Yahya mengatakan, dalam surat penetapan yang diterbitkan Ketua Pengadilan, pastikan tercantum alamat atau objek, maupun subjek (orang). "Dalam surat penetapan pengadilan, pastilah menyebut tempat atau lokasi, bangunan, rumah, yang hendak di geledah. Jadi yang tertuang dalam surat izin menyebut secara spesifik dan tertentu tempat mana, bangunan mana dan ruang mana yang akan digeledah," papar Yahya, saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/9).
Menurut Yahya, yang menyampaikan pendapatnya saat menjadi ahli disidang praperadilan yang diajukan PT Victoria Securities Indonesia (VSI) terhadap Kejaksaan Agung, setiap penggeledah harus patuh dan tunduk dalam surat penetapan pengadilan itu.
"Jika bukan pada lokasi yang dicantumkan penggeladahan bisa dinyatakan tidak sah. Atau sudah implisit, setiap tindakan penggeledahan mesti sepenuhnya tunduk apa yang tercantum dalam sebuah penetapan pengadilan," jelasnya.
Hal itulah yang menurut Yahya menjadi tujuan, mengapa setiap penggeledahan harus dilakukan dengan meminta surat penetapan pengadilan. Yakni untuk membatasi kewenangan penyidik.
"Penyimpangan, atau melampuai batas kewenangan. Surat izin itu membatasi kewenangan oleh hukum kepada penyidik, jika menggeledah di luas surat izin, berarti telah terjadi penyimpangan dan kesewenangan," pungkasnya.
Perseteruan antara PT VSI dan Kejakgung bermula dari penanganan laporan kuasa hukum Adyaesta Ciptama Group (AG) dalam penjualan hak tagih (cessie) milik Adyaesta Ciptatama (AG) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada Victoria Securities International Corporation (VSIC).
Dalam mengusut kasus tersebut, Kejakgung melakukan penggeledahan untuk mencari bukti-bukti. Namun, yang digeledah Kejakgung justru kantor PT VSI, yang ternyata tidak ada kaitannya dengan kasus penjualan cessie BPPN.
Dijelaskan dalam surat penetapan PN Jakpus, yang dicantumkan sebagai tujuan penggeledahan Kejakgung yakni kantor Victoria Securities International Corporation, yang bertempat di Panin Bank Center lantai 9, Jalan Jendral Sudirman Kav 1 Senayan, Jakarta.
Kemudian, juga diperuntukan untuk PT Victoria Securities di Gedung Panin Bank, Senayan lantai 2, Jalan Jendral Sudirman Kav Senayan. Sedangkan yang digeledah justru kantor PT VSI yang letaknya berbeda dari alamat yang tertera dalam surat penetapan PN Jakpus.
hari ini sidang Pra Peradilan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli hukum acara pidana yang diajukan PT VSI yaitu M. Yahya Harahap, SH.
Ahli jelas menyatakan penetapan/izin penggeledahan dari pengadilan itu sifatnya strict. Jika pelaksanaan penggeledahan tidak sesuai dengan subjek dan objek yg ditentukan di dalam penetapan, maka penggeledahan tersebut dianggap menyimpang dan tidak sah dan dapat dikatakan penggeledahan liar.
Selain itu ahli juga menyatakan PT VSI memiliki Legal Standing utk mengajukan praperadilan akibat penggeledahan yang dilakukan jaksa di kantor PT VSI atas dasar kepentingannya sebagai korban salah penggeledahan yang hak asasinya terlanggar.