Senin 14 Sep 2015 17:10 WIB

Saksi Ungkap Akil Mochtar Meneror Minta Uang Rp 6 Miliar

Rep: C20/ Red: Erik Purnama Putra
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi sidang kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Morotai Sahrin Hamid membocorkan lobi politik antara mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dengan Bupati nonaktif Morotai Rusli Sibua. Sahrin sendiri merupakan mantan kuasa hukum Rusli.

Dalam persidangan sebagai saksi, Sahrin menjelaskan ia sempat mengirim pesan pendek melalui telepon seluler kepada Akil saat pengajuan gugatan pada medio 2011. Sahrin mengakui bila dirinya mengenal Akil sejak tahun 2007 ketika menjadi anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat itu, Akil menjadi anggota dari Fraksi Golkar sementara Sahrin adalah Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).

"Saya sampaikan, 'Pak Akil, Pilkada Morotai dimanipulasi KPU (Komisi Pemilihan Umum). Padahal yang menang adalah Pak Rusli'. Saya SMS tapi tidak ada balasan," kata Sahrin saat mengungkapkan isi pesan singkat di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/9).

Kemudian, 14 hari sebelum sidang pembacaan putusan, lanjut Sahrin, Akil menghubungi Rusli. Sahrin mengatakan bila Akil menanyakan perihal perkara yang ditangani. Sahrin pun mengklaim berkali-kali diteror Akil untuk menyerahkan uang. "Saat menunggu putusan (gugatan di MK), Pak Akil menelepon terus dan menanyakan uang. Awalnya minta Rp 6 miliar," ujar Sahrin.

Sahrin tak langsung menyetujui. Ia pun langsung berkonsultasi dengan kliennya yang juga didukung oleh PAN. Sahrin mengungkapkan konsultasi dilakukan di Hotel Borobudur, Jakarta, sekitar bulan Juni 2011. Sahrin bertemu Rusli dan mantan Pelaksana Tugas Ketua KPU Daerah Maluku Utara Muchlis Tapi Tapi.

"Saya sampaikan, Pak Akil minta Rp 6 miliar. Saya bilang intinya tidak perlu karena kita menang sesuai fakta persidangan. Namun, Muchlis mengatakan itu hal yang biasa dan sudah pernah terjadi," kata Sahrin.

Setelah ditimbang, Sahrin mengatakan bila Rusli menyanggupi untuk menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar. Setelah itu, Akil kembali menelepon Sahrin dan meminta dirinya menyerahkan langsung uang tersebut ke kantornya.

"Pak Akil menelepon terus dan ada ancaman. Secara tidak langsung ada ancaman akan kalah saat sidang gugatan ke MK," ujar Sahrin.

Sahrin pun menolak untuk mendatangi kantor Akil di kawasan Jakarta Pusat. Sahrin mengatakan Akil menelepon dirinya dan meminta duit ditransfer ke rekening perusahaan CV Ratu Samagat milik istrinya bernama Ratu Rita. "Pak Akil menelepon dan mengatakan langsung nomor rekeningnya," kata Sahrin.

Penyetoran pun dilakukan pertama kali pada tanggal 16 Juni 2011 sebesar Rp 500 juta atas nama penyetor M Djuffry. Djuffry adalah politikus PAN Maluku Utara sekaligus Direktur Utama PT Manggala Rimba Sejahtera. Pada tanggal yang sama, Muchlis Tapi Tapi juga mentransfer duit sebesar Rp 500 juta. Kemudian pada tanggal 20 Juni 2011, duit sebesar Rp 1,98 miliar dikirimkan oleh M Djuffry.

Setelah duit diserahkan, pada persidangan tanggal 20 Juni 2011, perkara permohonan keberatan Pilkada Nomor: 59/PHPU.D-IX/2011 yang digugat Rusli dan pasangannya, Weni R Paraisu, diputus oleh majelis dengan mengesahkan keduanya sebagai pemenang. MK membatalkan berita acara KPUD Kabupaten Morotai yang memenangkan Arsad Sardan dan Demianus Ice.

Dalam putusan MK, Rusli disebut meraup suara sebanyak 11.384. Sementara rivalnya jauh tertinggal. Mereka adalah Arsad Sardan dan Demianus Ice yang memperoleh 7.102 suara, Umar H. Hasan dan W. Sepnath Pinoa yang mengantongi 5.931 suara, Faisal Tjan dan Lukman SY. Badjak yang mendapatkan 751 suara, Decky Sibua dan Maat Pono dengan 316 suara, serta pasangan Anghany Tanjung dan Arsyad Haya dengan 7.062 suara.

Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, kasus dugaan suap tersebut bermula saat Rusli menolak keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kabupaten Morotai yang menetapkan rivalnya, Arsad Sardan dan Demianus Ice, sebagai pemenang. Rusli melalui pengacaranya, Sahrin, mengajukan gugatan sengketa Pilkada ke MK. Rusli ingin MK membatalkan putusan KPU dan menyatakan dirinya sebagai pemenang dan menjadi Bupati Morotai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement