Jumat 04 Sep 2015 16:45 WIB

'Pencopotan Buwas Bermuatan Politis'

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso memberikan pernyataan kepada awak media di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (2/9). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso memberikan pernyataan kepada awak media di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (2/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Lantaran dianggap menganggu stabilitas ekonomi, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso dikabarkan resmi dicopot sebagai Kabareskrim Mabes Polri. Kini posisi Komjen Budi bertukaran dengan Komjen Anang Iskandar yang sebelumnya menjabat kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Mantan kuasa hukum Komjen Budi Gunawan, Razman Arif Nasution berpendapat, perbuatan yang sama harus juga dilakukan Jaksa Agung Prasetyo, yang belakangan sedang mengusut kasus cassie BPPN. "Iya gaduh, terus salah geledah lagi," kata Razman di Jakarta, Jumat (4/9).

Ia menilai pencopotan Budi Waseso sebagai Kabareskrim bermuatan politis. Apalagi, tak berselang lama Bareskrim yang melakukan serangkaian penggeledahan kantor Dirut Pelindo II Richard Joost Lino.

"Saya setuju dengan statemen dari (Fadli Zon). Kalau Buwas dicopot maka Prasetyo juga harus dicopot," katanya.

Namun, menurut Razman, jika hal tersebut berdasarkan penilaian person to person antara kinerja Jaksa Agung dengan Buwas sebagai Kabareskrim. "Ingat tidak stetmen dulu pas awal jadi Kabareskrim dia mengatakan bahwa (Buwas) tidak akan menghianati institusinya. Artinya di tubuh Polri itu ada penghianatnya yang sedang mencari jabatan," kata Razman.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menuturkan, penggeledahan oleh Kejaksaan Agung juga dapat dipandang mengganggu situasi ekonomi. “Karena tindakan kejaksaan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi investor dan dunia usaha di Indonesia. Logikanya, HM Prasetyo juga harus diganti sebagai Jaksa Agung,” kata dia di Kompek Parlemen Senayan Jakarta.

Presiden, kata Fadli harus konsisten mengambil keputusan, apalagi untuk posisi-posisi penting. Jangan sampai motivasi kepentingan kelompok dan jangka pendek lebih dominan dalam reposisi seseorang pada suatu jabatan strategis.

"Disini Presiden tidak konsisten. Hukum akhirnya bisa dijadikan alat politik dan alat kekuasaan," katanya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement