REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Kasus suap bongkar muat atau Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok bukan suap kecil-kecilan. Satu perusahaan bisa merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah untuk mendapatkan satu lembar Surat Perizinan Impor (SPI).
Kasubdit V Tindak Pidana Korupsi, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Adjie Indra mengatakan, salah satu celah suap adalah melalui dokumen dan surat perizinan impor. Menurutnya, suap terjadi untuk memperlancar penerbitan SPI.
"Ini ada yang tidak beres. Celahnya ada mekanisme yang tidak sesuai prosedur pemberian SPI ini ke pengusaha. Untuk pelicinnya saja sekali surat antara 10-500 juta," ujar Adjie saat dihubungi Republika, Rabu (4/8).
Hal ini terkuak dari hasil penggeledahan. Beberapa berkas surat impor digondol polisi sebagai barang bukti dan bahan analisis. Namun, Adjie masih enggan membeberkan berapa perusahaan yang saat ini sudah masuk dalam daftar pemberi suap ke pihak pemerintahan. Hanya saja, ada banyak yang diringkus dari kantor Ditjen Perdagangan Luar Negeri.
"Kita analisis lagi untuk melengkapi kasus yang Pre-Clearance, ini baru satu tahap," ujar Adjie.
Aliran suap ini diakui oleh salah satu tersangka kasus suap Dwelling Time. Partogi Pangaribuan selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri saat diperiksa polisi mengakui adanya aliran dana yang masuk ke rekeningnya. Aliran dana tersebut berasal dari hasil suap pihak pengusaha saat akan melakukan bongkar muat barang.