REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat kekeringan atau kemarau yang terjadi di Indonesia tahun ini akibat diikuti fenomena El Nino. Akibatnya, kemarau terasa lebih kering dan awal musim hujan mundur.
Kepala Bidang Informasi Iklim BMKG Indonesia Evi Lutfiati mengakui, beberapa titik telah mengalami kemarau. Bahkan, wilayah-wilayah di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami kekeringan sejak Mei 2015 lalu. Menjadi pembeda adalah kekeringan kali ini diikuti dengan fenomena el Nino dengan intensitas moderat.
“Indikatornya yaitu memanasnya suhu muka laut di pasifik timur dan tengah yang membuat massa uap air perairan Indonesia tertarik ke wilayah tersebut. Akibatnya kemarau menjadi lebih kering,” katanya kepada Republika, Ahad (26/7).
Adapun wilayah yang terdampak El Nino, kata dia, terjadi terutama wilayah selatan ekuator Indonesia dan wilayah Indonesia Timur. Mulai dari Sumatra Selatan (Sumsel), Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan (Sulsel), sebagian wilayah Kalimantan, dan Indonesia wilayah timur.
Pihaknya memprediksi El Nino akan terus menguat dan berlangsung sampai November mendatang. Dia memperkirakan puncak kemarau terjadi pada Agustus 2015. Akibat kemarau yang diikuti El Nino, berdampak pada mundurnya musim hujan.
“Jika biasanya musim hujan dimulai pada Bulan Oktober ternyata mundur menjadi November atau Desember,” ujarnya.
BMKG mengaku telah menginformasikan hal ini ke jajaran terkait sejak bulan lalu. Contohnya Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hingga Dinas Pengairan. Perkembangannya diklaimnya selalu diperbarui setiap bulan. Untuk mengatasi masalah ini, dia melanjutkan, harus ada upaya koordinasi lintas sektoral terkait. Seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).