Sabtu 27 Jun 2015 10:32 WIB

Penulis yang Sukses adalah Pembaca yang Rakus

Irwan Kelana
Foto: Republika/Daan Yahya
Irwan Kelana

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana

 

Bicara tentang penulis fiksi Islami, salah satu nama yang ada di jajaran teratas adalah Habiburrahman El-Shirazy. Novelis alumnus Al-Azhar University, Kairo, Mesir itu menggebrak dengan novel-novelnya yang berlatar belakang Mesir, yakni Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 dan 2. Setelah itu meluncur pula novel-novelnya yang lain, seperti Dalam Mihrab Cinta (DMC), Cinta Suci Zahrana (CSZ), Bumi Cinta, dan Api Tauhid.

 

Beberapa novelnya sudah difilmkan dan merengkuh sukses sebagai film terlaris, yakni AAC, KCB 1, KCB 2, DMC dan CSZ. Film KCB 1 dan 2 tidak hanya popular di Indonesia, tapi juga menembus hingga ke Timur Tengah.

 

Saat ini cerita bersambung “Ayat-Ayat Cinta 2” dimuat di Harian Republika, dan setiap hari selalu ditunggu-tunggu oleh pembaca. Kalau AAC 1 bersetting tempat  Mesir, maka AAC 2 bersetting tempat  Inggris.  Ada yang mengirimkan SMS kepada Habiburrahman sebagai berikut, “Kang, sekarang saya berlangganan Koran Republika lagi, supaya bisa terus mengikuti cerita bersambung Ayat-Ayat Cinta 2”.

 

Novel-novel Kang Abik – demikian Habiburrahman El-Shirazy sering disapa – sangat romantis namun tetap dalam koridor syariat Islam. Dalam berbagai acara bedah buku, novelis yang kini juga menjadi da’i itu sering ditanya orang, bagaimana caranya membuat judul-judul novel yang sangat memikat, dari mana dan bagaimana caranya dia mendapatkan nama-nama tokoh yang sangat indah, dan bagaimana caranya menulis novel yang sangat romantis namun tetap sesuai syariat Islam. Banyak juga orang yang bertanya, apakah novel-novel Habiburrahman El-Shirazy merupakan pengalaman pribadinya sendiri sebagai seorang santri dan alumnus Al-Azhar University.

 

Bagaimanapun, kekuatan cerita,  cita rasa yang kental tentang budaya, pikiran dan perasaan orang Mesir maupun mahasiswa Indonesia yang bermukim di  Mesir, serta  wawasan penulis yang sangat luas mengenai Kairo dan Mesir pada umumnya  -- termasuk pengetahuannya yang luas tentang ulama-ulama dan tokoh-tokoh terkemuka Mesir -- tidak  terlepas dari latar belakang Habiburrahman yang telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu di Negeri Kinanah itu tak kurang dari tujuh tahun lamanya. ‘’Mengapa saya menulis novel berlatar belakang (setting) tempat Mesir, karena negeri tersebut sangat saya kenal. Saya lebih hapal lorong-lorong di kota Cairo daripada lorong-lorong di kota Semarang,’’ kata novelis kelahiran Semarang itu dalam acara talk show ‘’Rahasia Menjadi Penulis Mialiarder’’ yang digelar oleh Insani Undip di Semarang, awal Januari 2008.

Namun, pengetahuan dan wawasan Habiburrahman yang sangat luas mengenai berbagai hal yang ditulis dalam novel AAC, tidak hanya berdasarkan pengalamannya bermukim selama tujuh tahun di Negeri Seribu Menara itu. Hal yang juga tidak sedikit kontribusinya adalah kegemaran Habiburrahman untuk terus belajar dan menggali berbagai informasi, antara lain dari membaca.

Membaca bagi seorang penulis atau calon penulis merupakan sebuah keharusan. Tahun 1980-an, saat masa jayanya,  penulis serial Lupus, Hilman Hariwijaya pernah ditegur oleh Arswendo Atmowiloto (pemimpin redaksi majalah HAI). Pasalnya dia malas membaca buku-buku novel maupun buku lainnya karya orang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement