Jumat 26 Jun 2015 16:05 WIB

Baleg: Pembatalan Revisi UU KPK Bentuk Amburadulnya Pemerintahan

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Politisi Golkar, Firman Subagyo
Foto: Golkar
Politisi Golkar, Firman Subagyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengkritisi sikap tak becus pemerintah terkait rencana perevisian UU KPK. Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo mengatakan, pembatalan kembali perubahan UU 30 Tahun 2002 adalah arogansi pemerintah terhadap Parlemen.

Menurutnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya tak melulu cari aman sendiri atas keputusan perevisian yang sebenarnya diusulkan oleh menterinya sendiri."Apakah masyarakat kita tidak bisa melihat amburadulnya pemerintahan yang seperti ini," katanya saat dihubungi, Jumat (26/6).

Politikus dari fraksi Golkar itu menolak tuduhan masyarakat yang menganggap bahwa DPR adalah biang di balik perevisian UU KPK. Firman mencerirtakan awal rencana perevisian UU KPK berawal dari pembahasan Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) Periode DPR 2014 - 2019 bersama pemerintah.

UU KPK kata dia sengaja dimasukkan ke dalam 159 RUU Pole-gnas lima tahun, dan direncanakan Baleg untuk direvisi 2016. Sebab kata dia, Kementerian Hukum dan HAM memasukkan RUU KUHP ke dalam Prolegnas 2015 bersama 36 RUU lain yang harus diselesaikan tahun sekarang.

"Memang harusnya KUHP dan KUHAP-nya dulu direvisi. Baru UU KPK-nya," ujarnya.

Namun mendadak, diceritakan Firman, Menkumham pada 16 Juni lalu meminta agar Baleg DPR merombak Prolegnas 2015. Yaitu, dengan memasukkan UU KPK sebagai salah satu prioritas tahun berjalan. Kemenkumham berasalan, masuknya UU KPK dalam Prolegnas 2015 agar sejalan dengan perevisian KUHP serta KUHAP yang harus pungkas tahun sekarang.

Usulan tersebut, disetujui Baleg, dan sudah diparipurnakan p-ada Selasa (23/6). Memang, dikatakan Firman, perevisian UU KPK itu adalah keniscayaan. Sebab, pemerintah menghendaki agar UU KPK diserasikan dengan KUHP dan KUHAP hasil revisi.

Firman melanjutkan, jika KUHP dan KUHAP berhasil direvisi dan diundangkan tahun sekarang, maka seluruh UU lain terkait pidana, juga harus dilakukan revisi, termasuk UU KPK, Kepolisian dan Kejaksaan.

Akan tetapi, dikatakan Firman pemerintah malah kembali meminta Baleg membatalkan perevisian UU KPK masuk dalam p-rolegnas. Padahal DPR sudah menyetujui usulan dari pemerintah sendiri. "Menurut kami ya ini cuma dua hal. Presidennya yang nggak bener, atau menterinya?," ucapnya.

Sebab menurut dia, usulan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonongan Laoly yang meminta agar perevisian UU KPK masuk dalam Prolegnas 2015 mestinya diketahui presiden. Atau dikatakan dia, perevisian tersebut memang dimintakan presiden ke DPR lewat Menkumham.

"Tapi yang digebuki menterinya. Dan DPR nya juga kena getahnya," katanya.

Lantaran sudah diminta untuk dibatalkan perevisiannya, dikatakan Firman permintaan tersebut tetap mengikuti birokrasi Parlemen. Kata dia, keputusan Baleg untuk mengubah Prolegnas 2015 kembali, tetap harus melewati paripurna DPR.

"Jadi Baleg, ya belum menerima pembatalan (revisi UU KPK) itu," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement