Rabu 24 Jun 2015 16:22 WIB

Demokrat Tunggu Jawaban Pemerintah Soal Dana Aspirasi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat masih belum menerima usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP). Sikap Demokrat sangat tergantung apakah 5 syarat yang diajukan mereka dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul mengatakan partainya akan menerima UP2DP ketika pemerintah mampu menjelaskan 5 syarat yang diajukan Ketua Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang diungkap dalam media sosial mantan Presiden RI tersebut.

"Kita sebenarnya tidak setuju jika 5 syarat yang diajukan itu tidak dipenuhi," katanya di kompleks parlemen senayan, Rabu (24/6).

Ruhut mengatakan, setelah rancangan peraturan UP2DP disahkan di sidang paripurna, langkah selanjutnya finalnya ada di pemerintah.

Namun, pembahasan UP2DP ini masih jauh. Yang pasti, kata anggota komisi III DPR RI ini, titik poinnya saat ini ada di pemerintahan Joko Widodo.

"Fraksi Demokrat tidak mengatakan menerima, tapi kita tunggu pemerintah," ujarnya

Demokrat menunggu pemerintah soal UP2DP ini. Namun, Ruhut menilai sikap yang akan diambil Jokowi sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia.

Sebelumnya, dalam akun media sosialnya, SBY mengunggah 5 syarat Demokrat dapat menerima UP2DP. Jika 5 syarat itu tidak dipenuhi, maka Demokrat tetap menolak dana aspirasi DPR ini.

lima hal yang harus dikritisi dan di uji atas ide dana aspirasi itu menurut SBY adalah, bagaimana meletakan 'titipan' dana 20 miliar tersebut dalam sistem APBN dan APBD, agar klop dan tak bertentangan dengan rencana eksektutif.

Kedua, bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Ketiga, jika anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dinilai lebih tahu dan lebih dekat ke Dapil.

Keempat, jika anggota DPR punya 'jatah dan kewenangan' untuk tentukan sendiri proyek dan anggrannya, lantas apa bedanya eksekutif dan legislatif.

Kelima, bagaimana akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak 'dipegang' sendiri oleh anggota DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement