REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Hanura, Nurdin Tampubolon mengatakan pihaknya kecewa dengan lolosnya Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi dalam sidang paripurna DPR, pada hari Selasa (23/6) ini.
Ia pun menyebut anggota dewan bak siap "berjualan" menggunakan uang rakyat atas disetujuinya program itu.
"Dengan disetujuinya dana aspirasi ini, DPR seperti (akan) berjualan agar dipilih kembali (oleh rakyat) dengan memanfaatkan uang negara," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/6).
Nurdin mengatakan fraksinya telah berupaya keras menolak program dana aspirasi itu karena program itu dinilai tidak sesuai kewenangan DPR RI dan tidak mengedepankan asas keadilan.
Menurutnya, mayoritas anggota DPR RI saat ini berasal dari daerah pemilihan Pulau Jawa, sehingga penyaluran dana aspirasi ini akan banyak dikucurkan di sana.
"Lalu bagaimana misalnya dengan daerah Papua yang anggota dewannya di sana hanya delapan orang," ujarnya.
Selain itu penyaluran dana itu dinilai Nurdin akan banyak dipengaruhi faktor "like or dislike" (suka atau tidak suka). Namun demikian Nurdin menyatakan perjalanan pembahasan program dana aspirasi masih panjang.
Pembahasan masih menuai perdebatan dan masih harus melalui rapat-rapat dengan pemerintah selaku eksekutor.
"Hanura optimistis apa yang dilakukan DPR harus sesuai tatanan perundang-undangan yang berlaku, dan harus ada azas keadilan di seluruh nusantara. Fungsi DPR bukan membawa-bawa uang," kata dia.
Seperti diketahui, sidang paripurna DPR RI menyetujui Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi senilai Rp11,2 triliun per tahun bagi anggota dewan, meskipun tiga fraksi yakni Hanura, PDIP dan Nasdem menolak.
Dengan disetujuinya program tersebut, masing-masing anggota dewan akan dibekali dana Rp20 miliar per tahun untuk kepentingan pembangunan di daerah pemilihannya.