Kamis 18 Jun 2015 14:46 WIB

Bila Lemahkan Institusi, Ruki Tolak Revisi UU KPK

Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Plt. Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki menegaskan Pimpinan KPK tidak akan setuju revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK yang dimaksudkan untuk melemahkan institusi tersebut.

"Apapun pasal dan bunyinya, jika bermaksud melemahkan pemberantasan korupsi maka kami tidak akan setuju," katanya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan institusinya belum diajak berbicara mengenai rincian rencana revisi UU KPK tersebut, dan dirinya berharap Komisi III DPR RI meminta pendapat KPK dalam membahas revisi tersebut.

Pembicaraan itu menurut dia terkait upaya lebih mengefektifkan pemberantasan korupsi, sehingga ada kesan memperkuat atau melemahkan sebuah institusi.

"Lebih baik bicara mengefektifkan pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian," ujarnya.

Ruki setuju apabila ketiga institusi penegak hukum itu diberikan kewenangan yang sama sehingga setiap tersangka korupsi bisa diperlakukan secara sama.

Plt Pimpinan KPK, Johan Budi mengatakan apabila tujuan revisi UU KPK untuk mereduksi kewenangan KPK dalam penuntutan dan penyadapan maka itu bukan penguatan institusi.

Menurut dia apabila revisi bertujuannya untuk mereduksi kewenangan KPK maka lebih baik UU KPK jangan direvisi terlebih dahulu.

"Karena yang saya baca, soal penuntutan dengan pihak Kejaksaan Agung kemudian soal penyadapan. Apabila revisi UU KPK hanya mereduksi kewenangan KPK maka itu justru melemahkan KPK," ucapnya.

Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM mengajukan revisi atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional 2015.

"Undang-Undang ini sudah masuk dalam 'longlist' Prolegnas 2015-2019 sebagai inisiatif DPR dan perlu didorong untuk dimajukan sebagai prioritas 2015," kata Menkumham Yasona H Laoly, di Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI, Gedung Nusantara I, Jakarta, Selasa (16/6).

Yasona menjelaskan pelaksanaan UU KPK masih menimbulkan masalah yang menyebabkan terganggunya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Menurut dia perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa ketentuan dalam upaya membangun negara yang bersih dan penguatan terhadap lembaga terkait dengan penyelesaian kasus korupsi yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

"Peninjauan itu terkait, pertama kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses 'pro justita'," tuturnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement