Kamis 18 Jun 2015 00:33 WIB

Kisah Perjuangan Polwan Berjilbab dan Wanita TNI Berjilbab

Mantan sekretaris pribadi Presiden Soeharto, Brigjen Anton Tabah.
Foto:

Rupanya pimpinan Polri membaca artikel tersebut. Lalu, beliau telepon saya dengan nada marah berkata begini, "Mas Anton, Anda kan jenderal jenius, kenapa buka masalah internal di media? Mestinya Anda buat kajian dulu ke pimpinan. Saya harap Anda sekarang juga bertemu saya," kata beliau mengakhiri pembicaraan telepon.

Saya dituduh tidak membuat kajian dulu, langsung tulis artikel di media? Ku siapkanlah file kajian saya tentang jilbab polwan yang pernah kubuat berkali-kali ke pimpinan. Sesampainya di ruang pimpinan, saya buka semua file ka jian tersebut.

Beliau lalu bertanya pada saya. "Terus bagaimana menurut Mas Anton?” “Ya, kita tak boleh melarang polwan ber-uniform berjilbab, selain malu dengan negara lain yang non-Muslim saja polwannya ber-uniform berjilbab, juga kita melanggar konstitusi karena hal itu diatur UUD 1945 secara tegas dan jelas."

Sejak itu sikap pimpinan mulai melunak, hanya beralasan masih dikaji secara teknis, apa tidak mengganggu pergerakan kelincahan di lapangan, bagaimana desainnya, dan perlu anggaran khusus. Sampai pergantian pimpinan Polri Jenderal Sutarman, masih beralasan nanti kesulitan di lapangan.

Alhamdullah, pada 1 Maret 2014 Organisasi Sepak Bola dunia (FIFA) cq Sekjen FIFA Jereme Valcke dari Zurich, Swiss, mengumumkan, pesepak bola Muslimah boleh berseragam berjilbab ketika melakukan pertandingan sepak bola.

Hal ini langsung saya sampaikan ke Kapolri, dan Kapolri tampak bisa menerima jika polwan berjilbab. Tak perlu khawatir terganggu gerakan kelincahannya di lapangan. Ketika itu Kapolri langsung bilang bahwa polwan boleh berjilbab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement