Kamis 18 Jun 2015 00:33 WIB

Kisah Perjuangan Polwan Berjilbab dan Wanita TNI Berjilbab

Mantan sekretaris pribadi Presiden Soeharto, Brigjen Anton Tabah.
Foto:

Dukungan masyarakat terhadap keinginan polwan berjilbab tak bisa dibendung dan kita tak boleh menghalangi karena itu menyangkut HAM yang dijamin prioritasnya oleh UUD 1945, bahkan falsafah negara Pancasila.

Namun, beberapa kali laporan khusus saya tentang jilbab polwan sepertinya kurang direspons. Akhirnya, beberapa polwan ada yang nekat berjilbab untuk test case. Reaksi komandan di lapangan macam-macam. Ada yang cuek, ada yang diam mendukung, ada yang melarang halus, ada yang melarang keras.

Perjuanganku untuk jilbab polwan sudah tiga tahun (2012), tetapi belum juga membawa hasil. Bahkan, polwan yang nekat berjilbab dipindahkan ke satker yang tdak sesuai bidang keahliannya. Puncaknya menjelang akhir 2012.

Pucuk pimpinan Polri mengeluarkan pernyataan cukup keras, yaitu bagi polwan yang ingin berjilbab, silakan pilih: pindah ke Aceh yang memang sudah membolehkan polwan berjilbab atau keluar dari Polri.

Statement keras pimpinan Polri tersebut kujawab dengan artikel pagi harinya yang dimuat di Harian Republika berjudul "Melarang Jilbab Bukan Hanya Melanggar HAM, tapi Juga Menentang Allah".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement