Selasa 16 Jun 2015 08:56 WIB

Maju Pilwali, Mungkinkah Risma-Whisnu Akur?

Rep: Andi Nurroni/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (tengah) diajak berfoto selfie oleh peserta kongres seusai acara pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Kamis (9/4).
Foto: Antara/Andika Wahyu
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (tengah) diajak berfoto selfie oleh peserta kongres seusai acara pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — DPP Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) telah mengambil keputusan mengusung kembali duet petahana Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana dalam pilwali Surabaya 2015. Kebijakan tersebut kemudian memantik berbagai spekulasi, mengingat hubungan mereka yang tak akur.

Perseteruan sengit antara keduanya terjadi sejak Risma enggan menerima Whisnu sebagai wakil wali kota, menggantikan Bambang DH, wakil resminya yang maju dalam Pilgub Jawa Timur 2013 silam. Sejak saat itu, meski Whisnu secara struktural menjadi wakil wali kota, ia tidak banyak tampil menjalankan fungsinya.

Dengan terbitnya kebijakan DPP PDIP menduetkan Risma-Whisnu dalam pilwali Desember nanti, mungkinkah mereka akur dan bisa berbagi peran dalam memimpin Surabaya? Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Haryadi berpendapat, sosok Risma memiliki karakter keras dan kaku yang akan sukar diubah.

Tak heran, sepanajang karirnya memimpin Surabaya, menurut Haryadi, Risma terus berkonflik dengan para kader PDIP di Surabaya, partai yang mengusungnya. Meski begitu, Haryadi melihat, ada perubahan yang terjadi dengan pola komunikasi Risma dengan PDIP beberapa waktu terakhir.

“Risma agaknya sadar pentingnya komunikasi. Belakangan dia sepertinya menemukan model berkomunikasi, karena tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri, ia mengandalkan orang-orang kepercayaannya untuk berkomunikasi dengan PDIP,” ujar Haryadi kepada Republika, Senin (15/6).

Meski begitu, Haryadi berasumsi, untuk membangun kekompakan kerja dengan Whisnu, dibutuhkan upaya keras. Menurut Haryadi, karakter Risma yang keras dan tidak luwes menjadi penyebabnya. Namun, Haryadi memprediksi, Whisnu-lah yang akan lebih berusaha untuk membuka diri pada Risma dan akan lebih banyak tampil di panggung pemerintahan Surabaya.

Menurut Haryadi, hal itu akan terjadi jika Whisnu ingin memupuk modal pencalonan dia sebagai wali kota pada periode selanjutnya. “Saya kita Whisnu akan tampil populis. Dugaan saya akan seperti itu. Kalau tidak seperti itu, dia menyia-nyiakan kesempatan,” kata Haryadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement