Rabu 03 Jun 2015 02:24 WIB

Mengapa Kegaduhan Politik Era Jokowi tak Kunjung Usai?

Presiden Jokowi.
Foto: Presiden RI ke-6, SBY.
Presiden RI ke-6, SBY.

Presiden RI ke-6, SBY menyebut adanya kegaduhan politik bukan berarti politik yang dipilih itu salah. "Kalau kita melakukan amendemen UUD 1945, misalnya, karena UUD 1945 itu bukan keramat, harus adaptif terhadap perubahan. Kita jangan malu dan marah terhadap perubahan asalkan dilakukan secara aspiratif sesuai dengan kebutuhan, dan proses perubahannya dengan cara yang benar," katanya.

Dia menawarkan lima hal untuk mengatasi kegaduhan politik. Kelimanya memerlukan konsensus nasional. "Fundamental pertama adalah sistem politik yang kita anut sebenarnya presidensial. Akan tetapi, dalam praktiknya, semipresidensial dan semiparlementer sehingga terjadi kegaduhan. Bangsa Indonesia bisa saja kembali kepada sistem presidensial. Namun, dalam tatanan yang demokratis, bukan sistem otoriter," katanya.

Fundamental kedua adalah UUD 1945 menyebut Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik. Namun, dalam praktiknya, Indonesia justru menjalankan desentralisasi yang luas dan otonomi daerah. "Bisa saja sistem desentralisasi dan otonomi itu menjadi pilihan kita. Namun, sistem distribusi kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu ditata," ujarnya.

Fundamental ketiga adalah hubungan negara dan rakyat yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab karena semua berpendapat bahwa HAM itu penting. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kewajiban dan tanggung jawab itu harus seimbang.

Fundamental keempat adalah sistem dua kamar antara DPR dan DPD yang dalam praktiknya masih terkesan 1,5 kamar karena peran dan kewenangan DPD masih sangat kecil. Hal itu perlu segera ditata ulang untuk keseimbangan sistem parlementer yang ada.

Fundamental kelima adalah perlunya penataan hubungan untuk lembaga dengan fungsi yang sama, seperti MA-MK-KY atau Polri-Kejaksaan-KPK sehingga tidak terjadi perselisihan dan perbedaan pandangan yang menghabiskan energi.

Terlepas dari usulan-usulan tersebut, selaku Ketua Umum Partai Demokrat, SBY menyampaikan tiga sikap resmi partainya sebagai kontribusi dukungan kepada pemerintahan Jokowi. Pertama, gubernur, bupati, dan wali kota dari Partai Demokrat wajib loyal kepada Presiden RI.

Kedua, Partai Demokrat akan memberikan dukungan penuh dan ikut menyukseskan kebijakan pemerintah yang tepat dan sesuai dengan aspirasi rakyat. Ketiga, Partai Demokrat akan mengkritisi dan mengoreksi manakala keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah tidak tepat dan tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia.

Seperti ditegaskan SBY, tidak ada satu kekuatan mana pun yang bisa mengatasi permasalahan bangsa ini sendirian. "Kebersamaan kukuh dan kerja sama yang dilandasi niat baik, ketulusan, dan sikap saling menghormati adalah keniscayaan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement