Sabtu 30 May 2015 21:40 WIB

Asuransi untuk Nelayan Terus Dikenalkan

Sejumlah kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Jakarta, Jumat (5/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Sejumlah kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Jakarta, Jumat (5/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah mengatakan asuransi untuk nelayan terus diperkenalkan agar semakin banyak nelayan yang mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Asuransi untuk nelayan ini terus diperkenalkan, untuk di Kabupaten Demak saja saat ini sudah ada 538 nelayan yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan," kata Kepala DKP Jateng Lalu Muhammad Syafriadi di Semarang, Sabtu (30/5).

Meski mulai banyak yang mengikuti, hingga saat ini pihaknya masih menghadapi sejumlah kendala terkait asuransi untuk nelayan tersebut. "Untuk asuransi nelayan ini diimbau setiap nelayan membayar premi Rp 20 ribu setiap bulannya, sebetulnya itu tidak terlalu besar tetapi ada sebagian nelayan yang merasa keberatan atas pembayaran tersebut," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemilik kapal atau orang yang mempekerjakan para nelayan tersebut lebih tanggap dan bisa membayar premi per bulan untuk nelayan.

"Dengan membayar Rp 20 ribu/bulan ini, jika nelayan yang bersangkutan mendapatkan kecelakaan dan mengakibatkan kematian akan memperoleh premi Rp 21 juta. Sebetulnya ini sangat membantu," katanya.

Di sisi lain, pemerintah tidak bisa menganggarkan subsidi untuk pembayaran premi asuransi nelayan karena hal itu dilarang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Dari awal, BPK tidak memperbolehkan ada subsidi dari pemerintah terkait pembayaran premi asuransi ini. Oleh karena itu, seharusnya nelayan atau pihak yang mempekerjakan nelayan ini bisa lebih tanggap," katanya.

Dia mengakui ada upaya lain yang sebetulnya bisa membuat nelayan disiplin membayar premi per bulan tersebut, yaitu melalui tempat pelelangan ikan (TPI).

Ia menjelaskan dengan pembayaran melalui TPI akan lebih mudah dilakukan dan tidak terlalu membebani pengeluaran para nelayan. Teknisnya, katanya, hasil yang diperoleh para nelayan saat menjual hasil tangkapan mereka ke TPI tersebut bisa langsung dipotong untuk selanjutnya dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan oleh pengelola TPI.

"Permasalahannya adalah pengelolaan TPI ini bukan merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jateng tetapi merupakan kewenangan pemerintah kabupaten dan kota. Mereka ini memiliki peraturan dan kebijakan yang tidak sama, jadi ada yang sudah menerapkan pembayaran melalui TPI ada juga yang belum," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement