Jumat 29 May 2015 08:11 WIB

Pengamat ini Sebut tak Ada Istilah Islah Parsial Seperti Golkar

Rep: C93/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie dan Ketum Golkar versi Munas Ancol Agung Laksono.
Foto: Twitter
Ketum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie dan Ketum Golkar versi Munas Ancol Agung Laksono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto menegaskan, islah parsial seperti yang dilakukan Partai Golkar itu tidak ada dan tidak mungkin secara administratif. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya akan menerima pendaftaran calon dari kepengurusan yang disahkan oleh Kemenkumham.

 

Oleh karena itu, kata dia, perlu hanya ada satu orang ketua umum dan satu orang Sekjen. Jadi, lanjut Nico, tidak mungkin pencalonan itu diajukan oleh kedua kubu (kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono) karena di dalam aturan hukum di Indonesia tidak memungkinkan hal tersebut.

 

“Jadi pada dasarnya islah itu seharusnya satu kubu mengakui kubu yang lain. kemudian kubu yang diakui mengakomodasi politisi-politisi dari kubu yang mengakui karena itu lah islah yang paling baik,” kata dia kepada Republika, Kamis (28/5).

 

Nico memaparkan, dengan begitu, kepengurusan itu bisa didaftarkan ke Kemenkumham. Kepengurusan itu juga meski pun sifatnya sementara, tetapi dinyatakan sah dan legal.

 

Sebelumnya, Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla berencana mempertemukan dua pemimpin partai berlambang beringin berkonflik Agung Laksono dan Aburizal Bakrie pada Jumat (29/5). Waktu tersebut diambil karena Ical masih berada di luar negeri sehingga pertemuan baru bisa digelar akhir pekan ini.

 

Dalam kesempatan itu Kalla mengatakan kedua kubu sudah menyetujui seluruh poin saran islah parsial Partai Golkar. Empat poin saran islah itu harus dipatuhi kedua kubu agar Partai Golkar dapat mengikuti pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara serentak pada Desember 2015.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement