Selasa 26 May 2015 08:02 WIB

Kondisi Udara Kota Bandung Semakin Buruk

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Gedung sate, bandung
Gedung sate, bandung

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kondisi baku mutu udara di beberapa kota di Jawa Barat, salah satunya Kota Bandung, semakin buruk dari waktu ke waktu. Hal itu, terlihat dari berapa variabel uji kandungan udara yang dianggap membahayakan karena semakin tinggi.

Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Anang Sudarna, beberapa variabel yang dianggap membahayakan tersebut di antaranya kandungan karbonmonoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) yang cenderung meningkat dari waktu.

"Pada 2013, Kota Bandung mendapat rangking 1 sebagai Kota dengan polutan rendah. Namun pada 2014, posisinya menurun menjadi peringkat ke-6," ujarnya.

Anang mengatakan, kualitas udara di Kota Bandung semakin buruk, terutama saat akhir pekan. Karena, terjadi lonjakan jumlah kendaraan. Ia menjelaskan, BPLHD Jabar mencatat penambahan beban karbonmonoksida (CO) di akhir pekan pada akhir pekan dapat mencapai 2.500 Kg per hari.

Selain itu, berdasarkan penelitian ITB, kadar timbal dalam darah dari anak-anak telah mencapai 46 persen. Angka ini, sudah melebihi standar WHO yang hanya 10 persen. Anang mengatakan, dari hasil pantauan BPLHD, polutan di Kota Bandung di tiga titik. Yakni, Jalan Pajajaran, BKR dan Soekarno Hatta.

Selain karena lonjakan jumlah kendaraan di akhir pekan, kata dia,  polusi di Kota Bandung makin buruk akibat kondisi kepadatan lalu lintas. Kemacetan semakin sering terjadi akibat jumlah kendaraan semakin banyak sementara lebar dan panjang jalan sangat terbatas.

Fakta lainnya, kata Anang, polusi semakin parah akibat topografi dan geografi Kota Bandung yang berupa cekungan. Kondisi tersebut membuat udara buruk sulit untuk dihempaskan angin.

"Sebenarnya Kota Bandung berbahaya untuk tempat tinggal. Karena posisi Bandung yang cekung maka CO tidak terbawa angin, malah 'ngulibek'," kata Anang.

Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan kondisi di Jakarta yang polusinya akan menyebar. Polusi di Kota Bandung yang tidak bisa terlepas bebas, bisa dilihat di langit Kota Bandung akan terbentuk seperti awan kelabu yang merupakan kumpulan polutan dari gas buang kendaraan dan industri.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, BPLHD Jabar akan memasang alat pantau polusi di kota-kota besar di Jabar. Di antaranya, Bandung, Bekasi, dan Bogor. Alat tersebut bernama Air Quality Monitoring System (AQMS).

Melalui pemasangan alat ini, Anang berharap tingkat polusi bisa terus dipantau dan dapat segera melakukan antisipasi jika kondisi udara semakin buruk. "Polusi tinggi sangat berbahaya, bisa menimbulkan hujan asap," katanya.

Di Jawa Barat, kata dia,  ada tiga wilayah metropolitan dan  satu wilayah kota besar yang udaranya semakin buruk. Yakni, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Depok. Sedangkan kategori wilayah kota besar yang diuji sampel udaranya adalah Kota Bogor.

Sementara menurut Petugas Pemantau Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPLHD Jabar, Agus Cahyadi, BPLHD Jawa Barat bersama Kementerian Lingkungan Hidup, pada 2014 lalu memasang alat penguji kondisi udara di Kota Bandung.

Alat tersebut dipasang di 3 titik yakni di Jalan BKR, Jalan Soekarno Hatta, dan Jalan Pajajaran. Kriteria yang diuji meliputi ambien atau gabungan pencemaran udara dari semua kegiatan, uji emisi kendaraan bermotor, traffic counting, dan penggunaan bahan bakar minyak kendaraan.

Dari hasil pengujian, kata dia, tim penguji pun mendapatkan hasil opasitas dan karbonmonoksida di atas 10 persen dari baku mutu sebesar 4,5 persen dari ambien di semua titik pengujian.

Sedangkan kandungan HC di Jalan Soekarno Hatta mencapai 3.098 ppm (part per minute), di Jalan BKR  mencapai 1.683 ppm, dan di Jalan Pajajaran mencapai 975 ppm. Baku mutu HC yakni 1.200 ppm.

"Data tersebut kami ambil pada saat tahun 2014 lalu. Bisa dibayangkan pada tahun ini dengan penambahan kendaraan yang signifikan," katanya.

Karena, kata dia, penambahan jumlah kendaraan sangat berpotensi menimbulkan polusi. Bahkan pada tahun yang lalu, di wilayah utara Kota Bandung pernah terjadi hujan asam akibat pencemaran udara tersebut. Tentunya, tidak menutup kemungkinan jika saat ini berpotensi pula terjadi hujan asam karena peningkatan jumlah polutan.

"Kalau hujan asam itu menyentuh besi akan terjadi korosi. Kalau dampak ke tubuh manusia mungkin bisa menyebabkan kanker," ujarnya.

Dengan adanya data-data tersebut, kata dia, BPLHD Jawa Barat pun saat ini mencari solusi terbaik untuk mengurangi kandungan polutan. Salah satunya yakni gencar melakukan uji emisi kendaraan, baik kendaraan umum maupun pribadi.

"Uji emisi itu salah satunya untuk mengurangi kadar gas buang emisi kendaraan yang dapat menimbulkan polusi udara," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement