REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Baratan) mengatakan, hingga saat ini tidak ditemukan adanya beras impor yang mengandung bahan berbahaya, masuk ke Indonesia lewat jalur impor legal.
Terkait kabar beredarnya beras sintesis yang mengandung bahan plastik, Kepala Bagian Hukum dan Humas Baratan, MM Eddy Purnomo mengatakan pihaknya masih menunggu instansi lainnya untuk menemukan kejelasan kabar beras plastik yang katanya beredar dan meresahkan.
"Sejak Januari hingga Mei 2015, pada data kami tercatat tidak ada beras plastik yang masuk," katanya kepada Republika, Senin (25/5).
Ia melanjutkan, memang ada beras impor, namun itu adalah beras kategori khusus misalnya beras dari bihun, ketan dan beras untuk para penderita diabetes. Berat itu berasal dari negara Pakistan, India, Thailand, Myanmar dan Jepang. Harganya pun mahal serta setelah disortir, barang-barang tersebut sama sekali tidak berbahaya.
Eddy mengatakan oleh karena itu, Barantan akan tetap meningkatkan pengawasan dan berkonsentrasi pada pintu-pintu masuk di pelabuhan.
"Kami juga sangat menunggu hasilnya dari mana. Dalam pengawasan, sidah ada penandatanganan tugas fungsi badan karantina itu yang berada di tempat pemasukan," jelasnya.
Ia pun tidak menampik, Indonesia dengan garia pantai terpanjang memang rentan kemasukan barang impor ilegal. Maka jika keberadaan beras plastik terbukti kebenarannya, itu merupakan cambuk bagi pemerintah untuk lebih serius lagi dalam menjaga keamanan pangan.
Sejak kabar soal beras plastik berhembus, Barantan telah melakukan beragam upaya peningkatan pengawasan di antaranya berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, koordinasi dengan bea cukai Tanjung Balai Karimun, serta berkoordinasi dengan UPT di daerah agar lebih teliti menyortir barang masuk.
Dihubungi terpisqh, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Yusni Emilia Harahap tak banyak memberi keterangan. Melalui pesan singkat, ia hanya menyebut, soal keberadaan beras plastik, Kementan belum bisa menyimpulkan kebenarannya.
"Masih terus ditangani dan ditelusuri pihak berwenang," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun belum menegaskan soal kebenaran keberadaan beras tersebut di tanah air. Ia hanya mengatakan bahwa beras plastik tidak mungkin menguntungkan dibandingkan beras asli, karena harganya lebih mahal.
"Secara bisnis ini tidak memungkinkan, plastik Rp 12 ribu per satu kilogram, sedangkan beras Rp 7.300 per satu kilogram," kata Amran Sulaiman pada Senin (25/5).
Menurutnya, kemungkinan ada agenda lain di luar mencari keuntungan yang dirinya sendiri tidak tahu motif dari beras plastik tersebut. Dia mengatakan pihaknya sudah ke pasar melakukan sidak terkait isu tersebut, agar masalah tersebut segera terselesaikan.
"Saat ini kita sudah melakukan sidak ke pasar-pasar dan kasus ini sudah sampai ke Polri," kata Amran.