REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan Partai Demokrat sebaiknya tidak menempatkan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam jabatan strategis kepengurusan yang baru. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk mengubah citra Partai Demokrat di mata masyarakat.
"Keputusan memilih kembali SBY menjadi Ketua Umum (ketum) Demokrat masih bisa dipahami untuk menjaga solidnya internal partai dalam lima tahun ke depan. Namun, tidak logis jika posisi penting lain seperti sekretaris jenderal (sekjen) atau wakil ketua umum (waketum) juga dipegang oleh keluarga SBY," ujarnya kepada ROL, Kamis (14/5).
Yunarto melanjutkan, jika keluarga SBY tetap memegang jabatan strategis, maka Partai Demokrat akan tetap dianggap sebagai partai keluarga, yang hanya dibuat untuk mengusung kepentingan politik sementara. Meskipin tidak salah jika keluarga SBY masuk ke dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
"Namun, harus jumlah dan posisinya harus proporsional dan jangan sampai menimbulkan kesan berlebihan. Jangan sampai ada ayah-anak duduk sebagai ketua umum dan sekjen dalam satu kepengurusan," jelasnya.
Ia menyarankan, jabatan strategis di bawah ketum diisi oleh kader muda yang bukan dari anggota keluarga SBY dan tidak sedang memangku jabatan apa pun. Kriteria itu penting dipertimbangkan mengingat dampak positif yang bisa dirasakan secara internal dan eksternal.
"Secara internal, kader yang seperti itu lebih maksimal dalam mengurus operasional partai dan bisa menumbuhkan sistem kaderisasi yang lebih baik. Secara eksternal, penunjukannya bisa dijadikan penegasan bahwa Demokrat benar-benar serius ingin merubah sistem kepengurusan menjadi lebih baik," katanya.
Seperti diketahui, SBY kembali terpilih menjadi Ketum Partai Demokrat secara aklamasi pada Selasa (12/5) lalu. SBY akan kembali memimpin Partai Demokrat untuk masa kepengurusan 2015-2020.