Rabu 29 Apr 2015 03:52 WIB

Wamenlu: Eksekusi Mati tak Ganggu Kerja Sama Luar Negeri

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Bayu Hermawan
Hukuman Mati..(ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati..(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir menanggapi dengan santai protes dari negara-negara yang warganya menjadi terpidana mati kasus Narkoba. Ia mengatakan penerapan hukuman mati di Indonesia tidak bertentangan dengan hukum internasional.

Fachri mengatakan Indonesia memiliki kedaulatan sendiri dalam bidang hukum. Menurutnya wajar jika ada negara yang keberatan jika warganya akan menghadapi proses eksekusi mati.

"Kita anggap itu bukan sebagai bentuk tekanan. Kita  juga maklumi pemerintahan lakukan berbagai upaya baik dipolmatik atau hukum," ujarnya, Selasa (28/4).

Meski begitu, pihaknya tidak tinggal diam saja dalam menghadapi protes dan tekanan dari luar. Kementerian Luar Negeri RI juga terus mencoba proses hukum seperti apa. Selain itu, dirinya  juga meyakinkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan dalam ekesekusi mati bukanlah pelanggaran internasional.

"Kita juga terus melakukan upaya baik proses hukum, atau langkah untuk meyakinkan mereka. Bahwa kemudian  mereka  punya pandangan kesamaan, ya kita hormati dari kebijakan internasional," jelasnya.

Terkait dampak dari eksekusi mati tersebut dirinya tidak terlalu mempermasalahkan. Pasalnya, harus dilihat secara menyeluruh dan dari berbagai aspek. Diantaranya kerjasama ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Untuk itu, pihaknya konsisten dalam mengupayakan peningkatan kerjasama.

''Kalau dampaknya eksekusi, saya pikir tidak. Sebab, harus berbagai aspek yang dilihat dan kita terus berupaya meningkatkan kerjasama,'' jelasnya.

Sebelumnya Sekjen PBB Ban Ki Moon meminta Jokowi menghapus eksekusi mati karena narkoba bukan kejahatan serius. Sementara itu, Presiden Prancis Francois Hollande dan Menlu Australia Julie Bishop semakin gencar mengecam rencana eksekusi terpidana mati narkoba di Nusakambangan.

Bahkan, mereka mengancam bakal ada konsekuensi hubungan diplomatik sampai penundaan kerjasama.

Seperti diketahui pada Rabu (29/4) dini hari, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi mati delapan terpidana kasus Narkoba di Nusakambangan. Kedelapannya adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), dan Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria).

Sebelumnya malam ini rencananya ada sembilan terpidana mati yang akan dieksekusi. Namun proses eksekusi mati terhadap Mary Jane, terpidana mati asal Filipina akhirnya ditunda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement