Selasa 28 Apr 2015 16:38 WIB

Pengamat: Eksekusi Mati itu Penegakan Hukum

Rep: c32/ Red: Damanhuri Zuhri
Duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Foto: APFirdia Lisnawati
Duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Eksekusi mati Bali Nine terpidana kasus narkoba, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran sudah semakin dekat dengan tanggal eksekusi.

Namun, sampai sekarang masih ada polemik terkait dengan pelaksanaan eksekusi tersebut, bahkan kedua terpidana tersebut belum menandatangani surat persetujuan eksekusi.

“Sebenarnya, eksekusi mati itu penegakan hukum dari hasil putusan Kejaksaan Agung,” kata Pengamat Hukum, Febby Mutiara Nelson kepada Republika, Selasa (28/4).

Menurutnya, ditandatangani atau tidak surat persetujuan eksekusi oleh terpidana atau keluarganya, eksekusi mati pasti akan tetap dilakukan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Kejagung pasti tidak akan menunggu dan melaksanakan penundaan eksekusi mati Duo Bali Nine tersebut.

“Penandatanganan surat persetujuan eksekusi bukan menjadi syarat utama. Yang paling penting ini sudah final putusan Kejagung bahkan grasi sudah dua kali ditolak. Jadi eksekusi pasti tetap akan dilakukan,” ungkap Febby.

Terkait dengan grasi yang pernah diajukan sebelumnya, upaya Duo Bali Nine sudah ditolak dua kali. Pertama kali, pengajuan grasi yang diajukan kepada Jokowi telah ditolak.

Langkah tersebut juga disusul oleh Pengadilan tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan pasangan terpidana mati Bali Nine mengenai penolakan grasi oleh presiden.

Menurut Febby, dari dua kali penolakan grasi yang diterima terpidana tersebut sudah bisa menunjukkan kepastian akan dieksekusi mati.

“Grasi kan terkait dengan politik dan keputusan prerogratif presiden dan harus dibuktikan dengan penegakan hukum. Makanya pasti eksekusi mati pasti dilakukan,” ungkap Febby.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement