Jumat 10 Apr 2015 23:43 WIB

Ini Kronologi Penangkapan Politikus PDIP oleh KPK

Konpres OTT. Plt Pimpinan KPK Johan Budi memberikan konferensi pers kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/4).
Foto: Republika/ Wihdan
Konpres OTT. Plt Pimpinan KPK Johan Budi memberikan konferensi pers kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi menjelaskan kronologi penangkapan anggota DPR Komisi IV dari Fraksi PDIP Adriansyah di sebuah hotel di Sanur, Bali, dalam kasus suap pengurusan izin perusahaan di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

"Perlu disampaikan secara kronologis peristiwa yang bermula dari info masyarakat sejak Desember 2014. Info itu ditindaklanjuti bahwa ada dugaan penyerahan uang yang diduga dilakukan oleh AH (Andrew Hidayat) seorang Direktur PT Mitra Maju Sukses kepada A (Adriansyah), A ini mantan bupati Tanah Laut yang sekarang menjadi anggota DPR," jelasnya, Jumat (10/4).

Info tersebut kemudian dikembangkan hingga pada dua pekan lalu diinfokan kepada penyelidik dan penyidik KPK bahwa akan ada serah terima terkait keduanya. "Lokasi ditelusuri dan ternyata ada di sebuah hotel di Sanur Bali. Sekitar pukul 18.45 WITA di hotel di Sanur, penyidik melakukan tangkap tangan dengan sejumlah bukti," ujarnya.

Hotel tersebut adalah hotel Swiss-Bel yang menjadi tempat anggota PDI-Perjuangan menginap selama melangsungkan kongres di Hotel Grand Ina Bali.

"Dalam waktu yang bersamaan di Jakarta dilakukan juga tangkap tangan sekitar pukul 18.49 WIB di hotel di kawasan Senayan dilakukan tangkap tangan atas nama AH, pengusaha dari PT MMS yang salah satu operasinya di Kalimantan Selatan," katanya.

Saat dilakukan tangkap tangan antara A dan AK didapati uang yang dirinci sebagai berikut yaitu pecahan 1000 dolar Singapura sebanyak 40 lembar dan mata uang rupiah dengan pecahan seratus ribu sebanyak 485 lembar dan pecahan Rp50.000 berjumlah 147 lembar.

Nilai tersebut sekitar Rp440 juta. KPK selanjutnya memeriksa Adriansyah dan Agung Kristianto di Polres Denpasar dan menetapkan A sebagai tersangka.

"Dari hasil pemeriksaan beberapa pihak ada 3 orang, penyidik menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup disimpulkan ada dugaan tindakan pidana korupsi yang dilakukan oleh A, mantan bupati Tanah Laut yang juga anggota DPR dan juga AH, seorang pengusaha," kata Johan.

"A diduga sebagai penerima sementara AH adalah diduga sebagai pemberi, untuk kepentingan yang berkaitan dengan pengusahaan PT MMS dan atau grup di wilayah kabupaten Tanah Laut provinsi Kalimantan Selatan," jelas Johan.

Adriansyah diduga melanggar pasal 12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Andrew Hidayat diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Namun KPK tidak menetapkan anggota Polsek Menteng Briptu Agung Kristianto sebagai tersangka. "Tidak ditemukan dua alat bukti yang mendukung," kata Johan mengenai dilepaskannya Agung Kristianto tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement