REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bambang Widjojanto, mempermasalahkan norma yang terkandung dalam Pasal 32 ayat (2) UU KPK terkait pemberhentian sementara pimpinan KPK dari jabatannya.
Bambang selaku pemohon dari pengujian UU KPK ini mempermasalahkan kata 'sementara' dalam pasal a quo.
"Pasal a quo menyatakan bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka tindak pidana kejahatan harus diberhentikan sementara dari jabatannya," jelas kuasa hukum Bambang, Abdul Fickar Hadjar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. Rabu.
Pemohon berpendapat bahwa dalam hal ini, pemberhentian sementara sama dengan pemberhentian tetap hingga akhir masa jabatan.
Norma tersebut kemudian dianggap diskriminatif oleh pemohon sebab hanya pimpinan KPK yang harus diberhentikan sementara dari jabatannya bila menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana.
"Sementara pejabat negara lain harus diberhentikan sementara dari jabatannya ketika menjadi terdakwa dalam kasus tindak pidana," ujar Abdul.
Abdul Fickar kemudian menjelaskan bahwa hal tersebut tercermin dalam beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang pemberhentian sementara pejabat negara yang tersangkut perkara pidana.
"Maka frasa tersangka tindak pidana kejahatan harus dibatasi berdasarkan dua hal, yaitu kesatu, jenis dan kualifikasi tindak pidananya. Kedua, prosedur atau tata cara penetapan tersangkanya," kata Abdul.
Pemohon kemudian meminta Mahkamah untuk mengeluarkan putusan sela yang meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk tidak melakukan pelimpahan perkara dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada Pemohon.