REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Minat wisatawan asal Australia untuk berkunjung ke Bali, nampaknya tidak terpengaruh dengan rencana pelaksanaan hukuman mati terhadap dua warga negara itu yang terlibat kasus peredaran Narkoba. Rencana hukuman mati bagi dua anggota Bali Nine itu, justru meningkatkan minat turis Australia untuk berlibur ke Bali.
"Ini artinya masyarakat Australia selalu mengabaikan peringatan untuk tidak berkunjung atau berhati-hati dalam kunjungan ke Indonesia, termasuk Bali," kata pengamat Pariwisata, Tjok Gede Agung di Denpasar, Sabtu (4/4).
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat turis negeri tetangga itu masih yang terbanyak datang ke Bali yakni mencapai 156.424 orang, bertambah 16,74 persen dari periode yang sama pada tahun 2014 yang hanya 133.966 orang.
Bahkan, ledatangan turis Australia itu yang tertinggi yakni 24,41 persen dari seluruh wisatawan yang datang ke Bali sebanyak 640.739 orang selama dua bulan pertama 2015, lalu disusul turis Tiongkok sebanyak 145.747 orang selama Januari-Februari 2015.
Selain itu, turis Jepang ke Bali juga mulai mengeliat kembali sejak adanya penerbangan berkelanjutan dari Jepang ke Denpasar, pergi pulang secara teratur, yakni 40.544 orang atau peringkat ketiga, lalu urutan keempat adalah turis Korea Selatan sebanyak 28.523 orang.
"Adanya isu politik terhadap Indonesia dari negara sahabat diharapkan tidak akan mengurangi minat masyarakat internasional melakukan perjalanan wisata ke Bali, oleh sebab itu pemerintah, masyarakat dan komponen pariwisata hendaknya tetap meningkatkan kualitas pelayanannya," jelasnya.
Menurut dia, pelayanan merupakan hal penting, karena Bali masih menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara untuk berlibur di Indonesia, sebagaimana terlihat dari jumlah kunjungan turis asing melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar, maupun perjalanan lewat laut, yang jumlahnya cukup menggembirakan.
Masyarakat internasional masih memercayakan diri untuk berlibur ke Bali, karena angka kunjungan di awal tahun 2015 cukup signifikan melihat kondisi politik di kawasan ini, terutama dengan pemerintah Australia.
"Namun, sebelum tuntasnya penanganan kasus hukuman mati bagi dua warga negara Kangguru itu akan tetap dapat menjadi senjata untuk menggoyang hubungan yang sewaktu-waktu akan meleyup kembali," katanya.