Kamis 26 Mar 2015 08:01 WIB

Guru Besar UI: Polisi tak Mungkin Gegabah Menjerat Denny

Rep: C26/ Red: Ilham
 Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul menuturkan polisi tidak mungkin gegabah dalam penetapan kasus yang menjerat aktivis anti korupsi Denny Indrayana. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek paspor elektronik di Kemenkumham 2014 lalu.

"Polisi enggak mungkin gegabah kalau memang tidak ada data," kata Chudry kepada ROL, Rabu (25/3).

Menurutnya, kepolisian harus memiliki bukti permulaan dalam penetapan status tersangka. Tapi tidak mungkin juga polisi sembarangan memutuskan tanpa ada dasar hukum. Dasar bukti harus berupa laporan pengaduan dan data kerugian negara.

Penetapan ini, kata dia, akan sesuai prosedur jika sudah memiliki data yang kuat. Kalau tidak ada bukti kerugian negara ini akan jadi sebuah keributan. Berarti, katanya, ada yang tidak benar kalau seperti itu. Namun, dia meyakini polisi pasti bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

Sebelumnya, lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan penetapan Denny terasa janggal karena tidak ada kerugian negara yang diadukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, polisi mengumgkapkan dasar penyelidikan ini justru berawal dari laporan BPK yang menemukan ada kerugian negara sebesar Rp 32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem tersebut.

Terlepas dari sebagai bentuk upaya kriminalisasi atau bukan, Chudry menyarankan Denny untuk siap menghadapi semua proses dengan berani. Buktikan jika memang merasa tidak bersalah. Untuk kepolisian, saat ini tugasnya membuktikan tuduhan yang diberikannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement