Selasa 24 Mar 2015 19:49 WIB

Komisi I: Presiden Jangan Gegabah Soal Perppu ISIS

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Angga Indrawan
 Presiden Joko Widodo bersiap memimpin saat rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3).
Foto: Antara/Andika Wahyu
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin saat rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar pemerintah duduk bersama dengan lembaga legislatif tentang kelompok radikal. Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Sidiq mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan gegabah soal rencana bakal diterbitkannya Perppu ISIS.

Mahfuz mengatakan, apalagi dalam Perppu ISIS, pemerintah akan melebarkan kewenangan militer untuk membasmi gerombolan paham impor tersebut.

"Sebaiknya, jangan langsung dikeluarkan Perppu. Tapi, dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR (Komisi I). Apakah perlu harus pakai Perppu?," kata M-ahfuz saat ditemui di Jakarta, Selasa (24/3).

Sebab, kata dia, sampai hari ini, bukan cuma tak pernah berkordinasi, Presiden atau pemangku kebijakan pemerintah soal radikalisme, belum pernah sekalipun merembug persoalan ISIS bersama dengan Komisi I. Padahal, lanjut Mahfuz, sebagai lembaga yang bermitra, komisi bidang pertahanan dan luar negeri itu juga perlu didengarkan pendapatnya.

Mahfuz curiga, rencana pemerintah bakal mengeluarkan produk hukum darurat itu hanya tameng untuk keperluan yang lebih penting. Terutama semakin kerasnya kampanye global yang dimotori Amerika Serikat (AS) terkait ISIS.

Pun diyakini olehnya, perkembangan ISIS di Indonesia belum menampakkan gelagat darurat. Bahkan dirinya meyakini, ISIS di Indonesia, seperti yang dicurigai Polri maupun TNI selama ini tidak ada sama sekali.

Mahfuz meyakini, kelompok-kelompok yang dicurigai oleh Polri dan TNI sebagai ISIS, adalah kelompok aliran keras lama. Kelompok-kelompok tersebut mulai kembali menampakkan diri imbas dari kegagalan Densus 88 dan BNPT maupun BIN dalam menjalankan program deredikalisasi dan pencegahan terorisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement