REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program jaminan pensiun untuk pekerja swasta yang dijadwalkan mulai dijalankan per 1 Juli 2015 terancam tidak bisa dilakukan sesuai rencana. Pasalnya, aturan program jaminan pensiun belum juga disahkan hingga saat ini.
Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Cholik mengatakan, pihak pemangku kepentingan (stakeholder) terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM),departemen keuangan, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih konsultasi untuk membuat payung hukum program ini, yaitu berupa peraturan pemerintah (PP). Namun, hingga saat ini PP tersebut belum juga diterbitkan.
“Karena PP nya belum ada, ini menjadi kendala buat kami. Akibatnya kami belum melakukan sosialisasi program ini,” katanya kepada Republika, di Jakarta, Ahad (22/3).
Padahal, kata dia, program-program yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan termasuk jaminan pensiun ini secara mendasar jadi poin utama memberi kesejahtaraan bagi tenaga kerja. Sehingga, jaminan pensiun sifatnya wajib diikuti perusahaan swasta skala menengah, hingga besar. Tak hanya itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga diharuskan ikut program ini. Kewajiban perihal keikutsertaan program BPJS Ketenagakerjaan termasuk jaminan pensiun sudah tertuang dalam undang-undang (UU) 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Desain skema iuran program ini yaitu setiap peserta membayar iuran delapan persen. Rinciannya, iuran sebesar 5 persen ditanggung perusahaan dan 3 persen dibayar tenaga kerja. Jika skema iuran 8 persen digunakan, dana jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan mulai cair pada tahun 2030. Pekerja yang mendapat manfaat pensiun bulanan adalah mereka yang menjadi peserta minimal 15 tahun.
“Setiap bulan, peserta nantinya mendapatkan uang pensiun antara 30-50 persen dari gaji yang dilaporkan ke kami,” ujarnya.
Sementara peserta yang keanggotaannya kurang dari 15 tahun akan mendapat manfaat langsung tunai. Namun, aemua manfaat itu terancam tidak dapat dinikmati tepat waktu kalau PP tidak segera disahkan. “Program ini tidak bisa berjalan dan kami tidak bisa mengelolanya. Jadi, semakin lama PP ini keluar semakin menyusahkan,” katanya.