Senin 09 Mar 2015 06:28 WIB
Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Mengapa Pemerintah Menunda Eksekusi Mati?

Rep: C23/ Red: Erik Purnama Putra
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Khamis.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Khamis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Khamis mengatakan, eksekusi mati dua terpidana mati Bali nine merupakan cara beradab suatu bangsa untuk melindungi masa depan masyarakat dari bahaya narkoba. Hukuman mati tersebut, lanjut Khamis, adalah sah dan sesuai, serta selaras dengan kondisi yang dialami Indonesia.

"Eksekusi tersbebut bukan memperlihatkan kita pendendam, tapi kita mengerti dan mengetahui bahwa negara sedang digempur narkoba dari segala penjuru, dan efeknya luar biasa," ujar Khamis kepada Republika, Ahad (8/3).

Pemerintah, lanjut Khamis, sudah tidak mempunyai alasan untuk menunda eksekusi. Hal itu karena, dalam sistem hukum Indonesia, tidak tersedia sarana yang bisa dipakai narapidana untuk mengoreksi putusan hukuman mati tersebut.

Khamis menyatakan, begitu selesai proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dan penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo, selesailah pula upaya hukum yang tersedia dalam aturan di Indonesia. Karena itu, ia mempertanyakan, mengapa eksekusi mati terpidana mati terus ditunda.

Padahal, mereka sudah dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. "Pertanyaannya, apa lagi alasan yang digunakan pemerintah menunda eksekusi tersebut," ungkap Khamis.

Dia menuturkan, Indonesia harus bisa mengirim pesan tegas dan jelas terkait kasus itu. Karena, posisi negara kita sendiri yang sebenarnya dirugikan kalau narkoba dibiarkan merajalela.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement