REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean menilai pelimpahan suatu kasus di KPK kepada lembaga penegak hukum lain harus didahului dengan gelar perkara.
"Termasuk juga dalam penyerahan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan dari KPK ke Kejaksaan, kata Tumpak di gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/3).
"Sebelum dilimpahkan ke sana, harus pertama-tama dilakukan gelar bersama dulu mengenai kasus itu, begitu," kata Tumpak.
Tumpak mengungkapkan hal itu seusai bertemu dengan pimpinan KPK dan mantan pimpinan serta penasihat antara lain Busyro Muqoddas (pimpinan 2010-2014), Erry Riyana Hardjapamekas (pimpinan 2003-2007), Haryono Umar (pimpinan 2007-2011), Abdullah Hehamahua (penasihat 2005-2013) dan Said Zainal Abidin (penasihat 2009-2013).
"Saya kira belum (gelar perkara) karena penyerahannya juga belum, toh," ungkap Tumpak.
Namun Tumpak menilai bahwa pelimpahan kasus Budi Gunawan merupakan hal yang tepat karena berdasarkan Undang-undang.
"Kalau pendapat saya memang saya pikir kasus BG dilimpahkan ke kejaksaan itu suatu hal yang berdasarkan ketentuan UU, jadi tepat menurut saya karena UU No 30 tahun 2002 memberikan kemungkinan untuk melimpahkan kasus itu ke Kejaksaan tetapi tentunya ada MoU kita sejak zaman saya sudah ada," ungkap Tumpak.
Namun opsi mengenai pelimpahan kasus BG dari kejaksaan ke Bareskrim Polri, menurut pimpinan KPK periode 2003-2007 dan plt pimpinan 2009-2010 itu merupakan hak kejaksaan. "Nanti kejaksaan lah yang menilai setelah dilakukan gelar bersama. Itu memang menurut ketentuan. Saya pikir itu nanti dilakukan," tambah Tumpak.
Dengan tiga orang plt pimpinan baru dan pelimpahan kasus BG, Tumpak menilai bahwa KPK tetap bersemangat dalam pemberantasan korupsi.
"KPK tetap bersemangat melakukan pemberantasan korupsi, saya kira tidak bicara soal lemah, memang itu ketentuan UU yaitu dalam pasal 44 ayat 4 UU No 30 tahun 2002. Masalahnya, karena ada putusan praperadilan yang menyatakan penyidikan KPK itu tidak sah makanya kita tidak bisa berbuat apa-apa," tambah Tumpak.
Karena berdasarkan putusan praperadilan pada 16 Februari 2015 itu menyatakan bahwa surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan perkara tak punya kekuatan hukum mengikat, maka Tumpak menilai kasus tersebut mengalami kemunduran.
"Oleh karena itu, kasusnya menjadi mundur, masih di tingkat penyelidikan. Kalau dalam tingkat penyelidikan, apabila KPK menemukan dua alat bukti yang cukup, maka KPK bisa menyidik sendiri atau melimpahkan ke instansi penegak hukum lain, dalam hal ini kejaksaan. Saya pikir ini hal yang benar," jelas Tumpak.
Karena kasus tersebut sudah mundur, maka meski KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK), maka hal itu tidak mengubah kelanjutan kasus BG.
"PK saya pikir tidak menghalangi, KPK tetap bisa melakukan PK, tapi sprindiknya sudah mundur, sudah dianggap tidak sah maka dilimpahkan ke kejaksaan. PK itu hanya memperbaiki putusan praperadilan kalau dianggap putusan itu terjadi penyelundupan hukum," tegas Tumpak.
Keputusan bahwa KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan ke kejaksaan diambil pada Ahad (1/3) sore. Oleh Kejaksaan ada kemungkinan kasus tersebut akan diserahkan ke Bareskrim Polri karena pada 2010 sudah pernah melakukan penyelidikan terhadap kasus yang sama meski hasil penyelidikan Polri menetapkan Budi Gunawan bersih.