REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai partai yang lahir karena reformasi dinilai telah kehilangan jati diri sebagai partai yang mempunyai cita-cita dan semangat perubahan.
“PAN sebagai partai reformis tidak cukup kokoh untuk melakukan perubahan terutama mengenai pemberantasan KKN (kolusi, korupsi, nepotisme),” kata pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro, Kamis (26/2).
Penilaian itu kemudian dikaitkan dengan sosok calon ketua umum PAN mendatang yang menurutnya butuh sosok pendobrak.
"Sosok Zukifli Hasan, sebagai tokoh politik yang humble, terbuka, dan fleksibel. Sedangkan Hatta Rajasa harus bisa membuktikan terlebih dahulu apakah PAN menjadi bayang-bayang Demokrat atau tidak," terangnya.
Secara umum, ia melihat kedua sosok ini cukup baik, tapi yang dibutuhkan PAN adalah yang bisa mengakomodir kepentingan rakyat bukan kepentingan pihak lain atau partai lain.
Siti Zuhro juga mengingatkan dalam Kongres PAN di Bali, 28 Februari-2 Maret mendatang, partai berlambang matahari ini tidak hanya sibuk dengan pemilik suara belaka, melainkan juga bisa melihat bahwa apa yang terjadi di acara tersebut juga disaksikan oleh masyarakat luas.
“Untuk itu para pemilik suara dalam kongres harus lebih mengedepankan kepentingan masyarakat dalam memilih nahkoda mereka. Jangan sampai Ketum PAN mendatang tidak bisa mengembalikan semangat reformasi seperti mendukung upaya penegakan hukum yang tidak pandang bulu,” tambah Siti Zuhro.
Kongres PAN kali ini harus bisa menjadi momentum bagi partai yang lahir di era reformasi ini bisa kembali mengedepankan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan elit politik sehingga perolehan suaranya bisa meningkat.
Sementara itu, Ketua DPD PAN Kabupaten Cilacap Muharno Fauzi mengungkapkan, PAN sebagai salah satu partai besar di Indonesia harus bisa menjaga independensinya dari kekuatan partai lain.
“Fakta itu sulit dibantah, terlebih dengan melihat kedekatan Pak Hatta dengan SBY. Sebagai kader kita tidak ingin PAN terus berada di bayang-bayang SBY,” kata Muharno.