REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Kementerian Perhubungan memutuskan untuk menjatuhkan sanksi bagi maskapai Lion Air berupa pencabutan 9 slot terbang yang tidak dilalui selama 21 hari. Sanksi ini dijatuhkan menyusul kisruh delay parah yang terjadi pekan lalu. Namun, sanksi ini masih dinilai belum cukup. Pengamat penerbangan Alvin Lie mengganggap bahwa pemerintah harus jauh lebih tegas dibanding sekedar menghentikan slot yang memang jarang dilewati.
"Saya kira tidak cukup hanya berikan pembatalan 9 rute. Tapi harus ada audit manajemen. Cari apa yang tidak beres selama ini. Dan berikan target bagi Lion untuk lakukan pembenahan. Beri target waktu," jelas Alvin kepada Republika Online, Kamis (26/2).
Menurut Alvin, audit secara menyeluruh akan memberikan jawaban dari akar masalah yang dihadapi oleh Lion Air. Dia menilai, bila hanya sekedar sanksi seperti ini, maka efek jera sangat bergantung pada pihak Lion Air. Sedangkan bila dilakukan audit, maka pembenahan bisa dilakukan dari akar masalah. Dia menilai bahwa kasus pekan lalu jelas menunjukkan ada kisruh di dalam manajemen Lion Air sendiri.
"Masalah efek jera itu tergantung oleh Lion Air. Tapi setidaknya pemerintah sudah menunjukkan keberanian untuk berikan sanksi. Yang penting pihak Lion itu berbenah," ujar Alvin.
Selain itu, Alvin juga menambahkan bahwa dari sekian sanksi yang mungkin diberikan pemerintah, justru yang lebih penting adalah sanksi dari masyarakat. Dengan pengalaman delay yang parah oleh Lion Air, mestinya masyarakat bisa memilih maskapai mana yang memiliki pelayanan terbaik. "Dengan begitu mereka tentu tidak akan memilih maskapai yang raja delay dong," katanya.
Poin penting lain yang harus diberikan maskapai, lanjut Alvin, adalah komitmen maskapai untuk berikan pelayanan terbaik. "Dan di atas itu semua, pemerintah harus tegas. Aturannya jelas ada. Undang undang ada. Tinggal lebih kuat mana Undang Undang atau maskapai?" lanjut Alvin.