REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah Sakit (RS) swasta mengaku mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, RS swasta berharap supaya pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyesuaikan tarif dengan kondisi dan situasi RS swasta, baik sebagai fasilitas kesehatan (faskes) BPJS Kesehatan maupun non-Faskes BPJS Kesehatan.
“Perlu dipertimbangkan tarif dan prosedur JKN yang lebih menarik bagi RS swasta. Tujuannya, agar RS swasta tetap bisa memberikan pelayanan berkualitas kepada peserta BPJS Kesehatan,” ujar penasihat Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Mus Aida saat mengisi Seminar Pemberlakuan dan Implementasi BPJS Kesehatan, di Jakarta, Kamis (26/2).
Menurutnya, semakin banyak RS swasta yang bergabung dengan program JKN maka dapat menutup kekurangan ketersediaan faskes pemerintah dalam mendukung pelaksanaan JKN. Ini karena jumlah RS swasta lebih banyak dibandingkan RS milik pemerintah dan penyebarannya hampir merata ke seluruh wilayah Tanah Air. Namun, belum semua RS bergabung menjadi faskes. Sebab, sebagian besar RS memberikan benefit yang lebih dari paket layanan yang dimiliki BPJS Kesehatan.
Saat ini, RS yang menjadi faskes JKN baru 1.592 RS, dan 617 RS diantaranya merupakan milik swasta. Padahal, jumlah RS di Tanah Air saat ini sebanyak 2.363. Rinciannya, 861 RS milik pemerintah, milik swasta non profit 733, milik swasta 703 RS, dan RS Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebanyak 66 . Dengan adanya program koordinasi manfaat (CoB) ini, kata dia, diharapkan ada manfaat yang sama bagi RS dan karyawannya antara sebelum dan sesudah disertakan dalam program JKN atau BPJS.