REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Populi Center, Nico Hardjanto menilai Partai Golkar terancam hanya akan menjadi penonton di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2015, jika tidak mampu segera menyelesaikan konflik internal yang kini masih terjadi.
"UU Pilkada telah disahkan dan Pilkada serentak akan digelar 2015, kalau skenario ini terjadi, maka Golkar akan rontok, KPU tidak akan mengambil risiko terkait keabsahan suatu partai," katanya di Jakarta.
Nico melanjutkan seharusnya dengan pengalaman panjang yang dimiliki, Golkar bisa segera menyelesaikan kisruh di internal. Apalagi, masih banyak para politisi senior berada di partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Saya rasa para senior juga harusnya mampu menjadi jembatan penyelesaian," ujarnya.
Ia menilai, masalah utama di Partai Golkar saat ini adalah tidak adanya keinginan mengakomodasi pihak lain yang bersebarangan. Selain itu, hilangnya demokratisasi di tingkat internal Golkar.
"Semuanya seperti memaksakan diri, ARB memaksa untuk jadi Ketua Umum, tapi tidak mengakomodasi pihak lainnya," ucapnya.
Ia berharap, Golkar sebagai partai politik tidak terbelah dan terpecah. "Golkar harusnya mampu mempersatukan jangan malah memecah menjadi kecil-kecil, dan malah tidak berkontribusi bagi penyederhanaan partai politik dalam sistem presidensial," jelasnya.
Seperti diberitakan, Partai Golkar kini terbelah dalam dua kepengurusan. Partai Golkar dengan Ketua Umum versi Munas Bali Aburizal Bakrie (ARB) dan Ketua Umum versi Munas Ancol Agung Laksono. Keduanya mengajukan ke pengadilan dan gugatan kedua kubu tersebut telah ditolak pengadilan.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutuskan menolak permohonan gugatan kubu Aburizal Bakrie tentang penyelesaian dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar dalam putusan sela yang dibacakan hari ini. Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan kubu Agung Laksono.