Jumat 07 Oct 2016 08:35 WIB

Perpecahan Golkar di Pilgub DKI Dinilai Wajar

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Ahok (kiri) Setya Novanto (kanan)
Foto: Republika
Ahok (kiri) Setya Novanto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kader muda Golkar Andi Sinulingga mengatakan, tidak ada satu pun partai yang bisa solid dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Perbedaan suara atau dukungan dalam pilkada antara pimpinan partai dan kader merupakan hal wajar.

"Itu biasa saja dalam demokrasi liberal seperti sekarang ini," ujarnya kepada Republika.co.id, kemarin.

Idealnya memang para kader harus menaati aturan dari pemimpin partai, termasuk soal arah dukungan terhadap salah satu pasangan calon di pilkada. Namun dalam realitanya kerap berbeda.

Ada kader yang enggan mendukung pasangan calon yang diusung atau didukung oleh partainya. "Begitulah realitasnya dari pilkada-pilkada yang ada sejak awal pilkada langsung dilaksanakan di negeri ini," kata dia.

Andi mengatakan para kader Golkar yang tidak mengikuti arah dukungan partai sebaiknya mengundurkan diri, tidak perlu diberi sanksi. "Kalau pengurus partai, maka mereka sejatinya harus mundur. Kalau kader biasa nggak bisa diberi sanksi," kata Andi.

Baca juga,  Ini Alasan Golkar Dukung Ahok.

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa kelompok dari organisasi-organisasi muda Golkar melakukan penolakan dukungan terhadap calon pejawat di DKI Jakarta. Salah satunya Ketua Umum Baladhika Karya (ormas sayap Soksi).

Dalam pernyataannya Nofel menolak untuk mengusung pejawat Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dan memutuskan mengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dengan melibatkan Baladhika Karya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement