REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilihan Presiden Jokowi untuk menunjuk guru besar hukum Universitas Indonesia Indriyanto Senoadji sebagai pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK dinilai kurang tepat. Lantaran komitmennya terkait pemberantasan korupsi patut dipertanyakan.
“Istilahnya kalau mau menyapu lantai yang kotor mesti memakai sapu bersih, bukan sapu yang kotor,” ujar Koordinator LSM Pijar Indonesia Febby Lintang, Senin (23/2).
Rekam jejak Indriyanto, ujarnya, kurang meyakinkan. Hal ini, kata dia, terkait latar belakangnya sebagai pengacara keluarga Presiden ke-2 RI Soeharto.
Bahkan ia pernah membela Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dalam kasus kepemilikan senjata api dan bahan peledak serta pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
“Kalau, track record-nya tidak baik, kedepan menumbuhkan optimisisme pemberantasan korupsi tentu menjadi sulit,” ujar Febby.
Apalagi, kata dia, ini menyangkut lembaga KPK yang diandalkan publik untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Sebelumnya pada Rabu (18/2), Jokowi memutuskan untuk memberhentikan sementara pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan juga Bambang Widjoyanto.Selanjutnya untuk mengisi kekosongan tersebut tiga nama menjadi Plt KPK, yakni Taufiequrrahman Ruki, Johan Budi SP, dan Indriyanto Senoadji.