REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Beredarnya kabar adanya komunikasi antara presiden Jokowi dengan Pimpinan DPR RI Setya Novanto terkait pembatalan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri membuat publik bertanya-tanya. Bahkan sebagian masyarakat khawatir bila langkah Jokowi malah melanggar konstitusi.
Hal ini di karenakan sebelumnya DPR RI dalam Paripurna telah menyetujui BG sebagai calon Kapolri. Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Tata Negara Rafli Harun menjelaskan pembatalan BG sebagai kapolri bisa saja terjadi. Sebab, kata Rafli BG dipilih bukan hasil panitia seleksi yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang melainkan dipilih berdasarkan hak preoregatif Presiden.
"Tetapi prerogatif presiden ini kan dibatasi oleh persetujuan DPR. Artinya presiden tidak boleh melantik siapapun yang belum disetujui DPR," kata Refli Harun kepada Republika, Jumat (13/2).
Pelantikan BG sebagai Kapolri bisa terjadi asalkan Jokowi memberikan alasan yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan pada DPR RI. "Misalnya status tersangka ini kan masuk akal, kalau kemudian tidak jadi melantik. Karena kalau sudah menjadi tersangka KPK sudah pasti menjadi terdakwa," jelasnya.
Rafli menilai bila Jokowi melantik BG sebagai Kapolri hal tersebut tidaklah efektif terlebih BG sudah ditetapkan tersangka. Selain itu kata Rafli tidak sesuai dengan jiwa pemberantasan korupsi atau prinsip Nawacita Jokowi-JK serta TAP MPR mengenai penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari KKN.
Sedangkan DPR RI dalam hal ini hanya memiliki kewenangan yang bersifat pasif. Artinya DPR memiliki kewenangan untuk menyetujui atau tidak. Ia menjelaskan bila selanjutnya BG tidak dilantik, maka Jokowi harus mengajukan calon Kapolri baru dan harus disetujui DPR.