REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau meminta pemerintah provinsi membuat aturan yang melarang generasi muda Islam merayakan hari Valentine. Hal itu karena tidak sesuai dengan ajaran Islam dan menimbulkan banyak kemudlaratan ditengah masyarakat.
"Kita harapkan kepala daerah di Riau, gubernur, bupati dan wali kota untuk melarang perayaan valentine day. Tidak seharusnya umat ikut-ikutan dalam budaya yang jelas melanggar norma agama dan tidak ada manfaatnya itu," kata Sekretaris MUI Riau Fajriansyah di Pekanbaru, Rabu (13/2).
Fajriansyah menegaskan, Islam mengajarkan menyayangi dan bersilaturahmi diantara sesama dalam praktik kehidupan sehari-hari bukan satu tahun sekali. Valentine Day sendiri merupakan produk budaya yang dikampanyekan masyarakat barat yang cenderung menggiring umat Muslim untuk berbuat maksiat.
"Valentine itu bukan budaya Islam dan tidak lahir dari tradisi Bangsa Indonesia. Dalam merayakannya lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya, dan jika sudah mudarat berarti haram hukumnya, apalagi perayaannya banyak dilakukan remaja. maka dari itu, umat Muslim jangan merayakan," jelasnya.
Ia menambahkan, Islam juga mengajarkan umatnya untuk saling menghormati dengan budaya lain, selagi budaya itu tidak bertentangan dengan aqidah agama dan nilai-nilai tradisi bangsa. Namun ketika suatu budaya sudah tidak lagi sejalan dengan nilai-nilai Islam, umat harus komitmen dengan prinsip dan ajaran agama.
Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan para orangtua dari keluarga muslim, memberikan pemahaman kepada putra putrinya, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh terhadap perayaan semacam Valentine.
"Orang tua sendiri yang menyesal jika anaknya terjebak dalam pergaulan bebas. Berikan pemahaman bahwa masih banyak budaya Islam yang menarik sesuai tuntunan Al Quran dan hadits Nabi," katanya.